Powered By Blogger

Selasa, 25 Maret 2008

Objektifitas LKPj Walikota Bogor 2007

Objektifitas LKPj Walikota Bogor 2007

Sidang Paripurna DPRD Kota Bogor yang digelar dalam rangka memutuskan rekomendasi terhadap LKPJ Walikota siang tadi (19/3), layaknya pembagian rapor siswa di akhir semester ajaran. Setelah satu tahun Walikota mengomandoi jalannya roda pemerintahan, hari ini Ia harus menerima hasil evaluasi dan beberapa catatan penting dalam perjalanan kerjanya. Anggota dewan –dalam hal ini sebagai evaluator –telah berperan cukup baik dalam melakukan penilaian LKPj mitranya. Pada poin umum misalnya; disampaikan bahwa, berdasar pengkajian Pansus, LKPj yang diberikan walikota belum mempresentasikan keseluruhan agenda kerja dan belum menunjukkan itikad baik untuk melaporkan hasil kerja apa adanya. Beberapa data dan informasi tidak selaras antara walikota dengan SKPD-nya. Hal ini juga menandakan lemahnya koordinasi dan manajemen internal pemerintah kota.
Namun begitu, sangat disayangkan peranan anggota dewan dalam evaluasi ini dibatasi pada ruang rekomendasi dan perumusan catatan strategis saja. Seharusnya ada semacam nilai yang dapat menyatakan kualitas keberhasilan kinerja pemerintah kota sehingga masyarakat bisa melihat pandangan anggota dewan terhadap hasil kerja para pejabat pemerintahnya.

LKPj = Rapor Penuh Angka Merah
Selama penyampaian rekomendasi LKPj walikota, beberapa hadirin terlihat suntuk, bahkan ada pula yang sempat tertidur. Hal ini dapat dimaklumi karena memang rekomendasi yang disampaikan cukup banyak dan terkesan membosankan. Analogikan seperti seorang ayah yang jenuh melihat nilai rapor anaknya yang selalu “kebakaran”; artinya persoalan yang muncul dalam LKPj 2007 ini tak lebih dari problematika klasik yang berlarut-larut tanpa adanya penyelesaian yang baik oleh pemerintah.
Empat permasalahan strategis yang menjadi prioritas sejak dirancang Renstra di awal pemerintahannya belum juga mengalami perbaikan yang signifikan. Transportasi, Kebersihan, PKL, dan Kemiskinan masih menjadi peer besar yang menunggu peran riil pemerintah; bukan sekedar formalitas pengadaan program saja. Selain itu, masih ada juga masalah esensial lain yang tidak bisa dipandang sebelah mata. Mulai dari soal pendidikan, perizinan dan pengaturan tata ruang, pelayanan kesehatan, pemberdayaan ekonomi mikro, pelaksanaan agenda Pilkada, sampai manajemen internal di tubuh pemerintah.

Tindak Lanjut LKPj
Ada pula hadirin yang mengomentari bahwa Sidang Paripurna LKPj ini tidak lebih dari sandiwara adanya. Komentar pesimistis ini mungkin muncul akibat hilangnya trust dan ungkapan kekecewaan yang mendalam dari sebagian masyarakat terhadap pemerintah. Akan tetapi bagi seorang aktivis, ungkapan ini tidak boleh terlontar. LKPj saat ini, meskipun banyak kekurangannya, tetap harus dikawal penindaklanjutannya. Beberapa rekomendasi dan catatan strategis yang diberikan para wakil rakyat jangan sampai terbuang di forum-forum saja.
Dalam hal inilah maka peranan anggota dewan sangat signifikan. Pengawasan dan masukan yang konstruktif bagi pemerintah kota harus dijalankan seoptimal mungkin sampai kepengurusan berakhir. Begitu pun pemerintah, di akhir masanya harus menunjukkan iktikad baik dalam mewujudkan visi-misi Kota Bogor dengan melaksanakan program-program yang efektif dalam mengentaskan segenap problematika sesuai saran dan rekomendasi yang telah dirumuskan DPRD Kota. Walikota dan seluruh jajarannya harus mulai fokus pada pengentasan masalah bukan hanya janji dan manuver politik belaka.

CP: Eka Febrial
(Koordinator BEM Se-Bogor) 08170767641

LKPJ Kota Bogor 2007 = Rapor Merah Pemkot Bogor

Pers Release
BEM Se-Bogor
LKPJ Kota Bogor 2007 = Rapor Merah Pemkot Bogor

Mengamati Kota Bogor semakin hari semakin mengecewakan hati. Visi Kota Bogor sebagai “Kota Jasa Yang Nyaman Dengan Masyarakat Madani Dan Pemerintahan Amanah” seolah-olah menjadi slogan belaka. Pernyataan ini nampak sangat riil ketika melihat rapor Pemkot Bogor yang disajikan dalam LKPj ( Laporan Kerja Pertanggungjawaban) Pemkot Bogor tahun 2007.
Empat permasalahan prioritas Kota Bogor –Kemiskinan, Kebersihan, Transportasi, dan PKL –sampai saat ini belum dapat diselesaikan dengan baik oleh pemerintah. Contohnya penanganan P2KP (Program Pengentasan Kemiskinan Perkotaan) yang dianggarkan sebesar 16 M ternyata tidak mampu dimanfaatkan secara optimal untuk pemberdayaan Maskin disebabkan kemacetan anggaran hingga 92,3 %. Hal ini sangat ironis, mengingat angka kemiskinan cenderung meningkat dari tahun 2006 sebesar 1.080 KK. Melihat kondisi ini, pemerintah seharusnya bersikap lebih serius dalam menangani pengentasan kemiskinan di daerahnya.
Senada dengan permasalahan kemiskinan, masalah transportasi tampak seperti masalah klasik yang tiada ujung penyelesaiannya. Menurut Anggota Pansus LKPj 2007, Fauzi Sutopo, tingkat kemacetan Kota Bogor mencapai 93,76 persen, berbeda dengan data yang disampaikan pemkot sebesar 46,82 persen. Menurutnya, Pemkot lalai dalam penyampaian data tersebut. Tingginya angka kemacetan diperburuk dengan dukungan infrastruktur yang belum memadai, seperti jalan yang rusak, rambu-rambu lalin yang tidak lagi berfungsi, dan masalah lain seperti pembatasan jumlah angkot yang belum berjalan efektif.
Dalam hal kebersihan, Walikota Bogor sendiri mengatakan bahwa pemerintah belum mampu mengelola permasalahan kebersihan kota. Kota Bogor menghasilkan volume sampah sebesar 2.210 m3/hari, melebihi kemampuan penanganan pemerintah yang hanya sebesar 1.515 m3/hari. Padahal menurut Kepala Kadin Kota Bogor, Radjab Tampubolon, semestinya pemerintah mampu melibatkan pihak lain untuk menangani masalah kebersihan ini.
Selain itu, masalah PKL menurut Taufik Khusnun, Ketua Pansus LKPj 2007, menjadi salah satu pembahasan menarik dalam LKPj. Sebab, energi yang telah dikeluarkan tidak seimbang dengan output-nya. Dewan menilai penanganan PKL kurang baik, khususnya terkait penanganan lokasi-lokasi yang telah dibebaskan. Pada permasalahan ini juga terlihat jelas kurangnya koordinasi antara pemerintah kota dengan dinas terkait; dimana dinas-dinas ini belum memahami apa yang diinstruksikan oleh Walikotanya.
Masalah lain yang menjadi nilai merah bagi LKPj Pemkot 2007 adalah masalah perizinan. Adanya sekitar 630 izin yang telah dikeluarkan Pemkot sepanjang 2007 tidak disertai oleh persentase kesesuaiannya dengan Kedalaman Rencana Detail Tata Ruang Kota (RDTRK). Sebagai kota jasa yang mengedepankan kenyamanan, perizinan yang dikelola pemerintah saat ini justru bertentangan dengan konsep tersebut. Pemerintah dalam mengawasi perizinan ini seharusnya berpedoman pada Kedalaman RDTRK, bukan hanya melirik devisa besar yang dihasilkan semata. Jika hal ini dibiarkan berlanjut, artinya pemerintah Kota Bogor telah membiarkan Bogor menjadi kota yang tak tertata, kumuh, dan jauh dari nyaman; meski berlimpah uang.
Berdasarkan gambaran LKPj 2007 diatas, dapat dilihat bahwa pemerintah saat ini belum mampu menorehkan prestasi yang memuaskan dalam mengentaskan permasalahan di daerahnya. Bahkan LKPj Kota 2007 ini lebih seperti rapor merah bagi pemerintah sendiri. Sehingga kami, BEM Se-Bogor mendesak pemerintah, pada akhir kepengurusannya, untuk lebih serius dalam malaksanakan tugas, khususnya:
1. Penegasan dan perapian koordinasi antara Pemerintah kota dengan segenap jajaran dinasnya
2. Penindaklanjutan rekomendasi DPRD Kota secara serius demi percepatan penyelesaian masalah rakyat

Katakan hitam adalah hitam. Katakan putih adalah putih. Tiada kata jera dalam perjuangan. Hidup Mahasiswa!!
CP: Eka Febrial (Koordinator BEM Se-Bogor) 08170767641

Kemiskinan dan Pengangguran di Kota Bogor

Pers Release
Kemiskinan dan Pengangguran di Kota Bogor :
Menyambut Kunjungan Presiden SBY di Rancamaya, Bogor
Oleh : Eka Febrial*

Tingkat kemiskinan di Kota Bogor pada pertengahan tahun 2006 sudah mencapai 160.000 jiwa (Wakil ketua komisi D DPRD Kota Bogor, Mulyana). Jumlah itu mengalami kenaikan 40 % dibanding tahun 2004/2005 sebesar 67.000 jiwa. Angka ini sangat signifikan dan menjadi sinyal bahwa kota Bogor yang merupakan penyangga ibu kota Jakarta, saat ini dihuni oleh banyak warga miskin. Belum lagi saat ini warga-warga miskin yang ada kembali diresahkan dengan meningkatnya harga bahan-bahan pokok.
Angka kemiskinan di Kota Bogor setiap tahunnya mengalami peningkatan. Pada tahun 2002 tercatat 20 ribu KK, menurun jumlahnya tahun 2003 menjadi 17.957 KK, artinya, turun kurang lebih 5 %, namun pada saat 2004 sampai 2006 terus merangkak naik jumlahnya dan sekarang tercatat jumlahnya 41.398 KK.Sementara itu persentase pengangguran Kota Bogor pun turut meningkat tiap tahunnya. Pada tahun 2004 mencapai 14,67 %, pada tahun 2005 meningkat menjadi 16.35 %, dan pada tahun 2006 sebesar 18.5 %.
Melihat data ini, sudah seharusnya pemerintah pusat pun ikut bercermin, bahwa program pemberdayaan masyarakat yang ada saat ini, baik pusat maupun daerah, belum terlihat secara nyata mampu menekan angka kemiskinan dan pengangguran. Kami khawatir adanya anggaran yang cukup besar dalam pemberdayaan masyarakat dan pengentasan kemiskinan ini tidak sampai pada sasarannya akibat ketidakseriusan pihak pemerintah dalam menjalankan programnya, atau bahkan malah dinodai oleh adanya praktek KKN oleh oknum-oknum birokrat yang terlibat di dalamnya.
Untuk itu, pagi tadi (Rabu, 5 Maret 2008) di lokasi peninjauan SBY (Desa Genteng, Rancamaya, Bogor), perwakilan mahasiswa BEM Se-Bogor: IPB bersama kawan-kawan STTIF dan STIE Pandu Madania yang berjumlah total 25 orang, bergerak bersama puluhan warga desa untuk menyuarakan aspirasi rakyat Indonesia:
1. Menuntut SBY untuk menuntaskan kemiskinan dan pengangguran, terutama di Kota Bogor
2. Menuntut SBY untuk menangani secara serius program-program pemberdayaan masyarakat di daerah-daerah.
3. Menindak tegas oknum-oknum yang melakukan pungutan liar terhadap dana pemberdayaan masyarakat.
4. Mendesak SBY untuk menurunkan harga bahan-bahan pokok, yang telah meresahkan masyarakat
5. Mendesak SBY untuk memberantas kasus korupsi, penyebab kemiskinan struktural

Kami sangat berharap, di penghujung pemerintahannya, SBY dapat menyelesaikan permasalahan rakyat, bukan malah menambah-nambah penderitaanya. Bagi kami, meskipun harus dengan jalan demonstrasi, berjuang dan berkontribusi bagi rakyat adalah harga mati. Jalan perjuangan ini sangat panjang. Belum saatnya Indonesia memetik hasil, mari bersama-sama bekerja keras mewujudkan Indonesia yang lebih baik dan bermartabat. Tiada kata jera dalam perjuangan. Hidup mahasiswa!!


CP: Eka Febrial (08170767641)
*Koordinator BEM Se-Bogor