Powered By Blogger

Senin, 08 November 2010

Opini Terkait Aksi Galang Dana BEM se-Bogor 30Sept-4Nov 2010

oleh Ryza Amirethi Sani (Direktur ISPC BEM KM IPB)


UBAH PARADIGMA MANAJEMEN BENCANA KITA!

Saat ini kita kembali melihat Gerakan Solidaritas Rakyat hidup kembali, lewat kotak-kotak amal yang tertulis GALANG DANA MERAPI, GALANG DANA MENTAWAI……Tersirat ‘pesan’ bahwa meski rakyat telah lama menjadi bulan-bulanan dan tertipu bermacam retorika politik, baik dalam format janji-janji muluk maupun dalam corak pencitraan diri, toh dalam masa-masa kritikal, nurani rakyat yang terdalam tidak dapat dilumpuhkan. Itulah milik terakhir rakyat di tengah penderitaan yang belum teratasi sejak proklamasi, kurang dari 65 tahun lalu.


Kita tidak akan mempermasalahkan statement Ketua DPR RI kita terkait bencana Mentawai, “ Kalau tinggal di pulau itu sudah tahu berisiko, pindah sajalah. Namanya kita negara di jalur gempa dan tsunami luar biasa. Kalau tinggal di pulau seperti itu, peringatan satu hari juga tidak bisa apa-apa” (Kompas.com, 27/10). Atau tingkah laku Pejabat tinggi lainnya yang sibuk ke Luar Negeri dan minta Dana Aspirasi di tengah bencana di negeri ini. Akan tetapi, mungkin hanya sekedar mengingatkan adanya Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana. Undang-Undang buatan para Dewan Terhormat, yang menyatakan bahwa pemerintah bertanggung jawab atas pengurangan risiko bencana, melindungi masyarakat dari bencana, menjamin penuh hak masyarakat dan pengungsi yang terkena bencana hingga memulihkan kondisi saat bencana usai.

Sejarah mencatat, proses vulkanik maha dahsyat pada 74.000 tahun silam membentuk Danau Toba di Sumatera Utara. Letusan Gunung Krakatau pada 1883 berkekuatan 13.000 kali lebih dahsyat daripada bom Hiroshima, Jepang, 1945. Gempa berkekuatan 8,9 skala Richter Nanggroe Aceh Darussalam pada 2004 mengakibatkan tsunami dan menewaskan ratusan ribu warga. Secara geografi maupun geologi, posisi Indonesia memang rentan terhadap bencana alam. Natural Disaster Reduction (2007) mencatat, lebih dari separuh gempa bumi di Asia Tenggara terjadi di Indonesia.

Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) pada 2008 mencatat, dari tujuh jenis bencana langganan di Indonesia, sejumlah kabupaten/kota memiliki potensi kerawanan tinggi. Dari 456 kabupaten/kota, 119 kabupaten/kota dengan kerawanan tinggi erosi, 147 kabupaten/kota berkerawanan tinggi banjir, dan 213 kabupaten/kota berkerawanan tinggi gempa. Selanjutnya, 110 kabupaten/kota berkerawanan tinggi gunung api, 149 kabupaten/kota berkerawanan tinggi kekeringan, 154 kabupaten/kota berkerawanan tinggi longsor, dan 83 kabupaten/kota berkerawanan tinggi tsunami.

Oleh karena itu dapat disimpulkan, bencana-bencana di Indonesia sebenarnya adalah peristiwa alam yang pasti akan terjadi. Sehingga manajemen penanganan bencana kita pun seharusnya tidak bersifat ”konvensional”, dimana fokus penanganan bencana kita lebih bersifat bantuan dan kedaruratan ketimbang pengurangan faktor risiko. Mengutip Victor Rembeth dari Yayasan Tanggul Bencana di Indonesia,” seharusnya Indonesia tidak lagi melakukan manajemen bencana yang hanya bertugas pada masa kedaruratan, tetapi harus terintegrasi dalam sistem perencanaan pembangunan nasional dan daerah”. Oleh karena itu, Bencana Mentawai dan Merapi seharusnya menyadarkan kita untuk segera mengubah paradigma. Penanggulangan bencana bukan lagi sebuah tindakan reaktif dan terpisah dari inisiatif pembangunan.

Sebagai bentuk solidaritas rakyat, mahasiswa IPB dalam Aliansi BEM se-Bogor sejak 30 Oktober 2010 sampai 5 November 2010 telah berusaha menggalang dana bantuan. Total dana sekitar 23 juta telah diserahkan secara simbolik kepada Korban Merapi dan Mentawai pada Hari Jum’at 5 November di Apa Kabar Indonesia Pagi TV One. Semoga menginspirasi kita untuk lebih berkontribusi bagi Indonesia yang kita cintai bersama. HIDUP MAHASISWA DAN RAKYAT INDONESIA !!!



Kamis, 04 November 2010

Indonesia Banjir Bencana

“Buktikan, kalau mahasiswa tidak hanya berfungsi sebagai control sosial pemerintah, tetapi dapat menjadi solusi nyata atas permasalahan langsung dimasyarakat. Bergerak galang dana atau terjun langsung menjadi relawan! ” Hendra Etri Gunawan, Kordinator BEM se Bogor.


Jurnal Bogor, 4 November 2010.
Rubrik: Studenta


Bogor - Duka menghampiri Indonesia. Itulah ungkapan yang saat ini kita rasakan. Alam sedang enggan bersahabat dengan Ibu pertiwi. Tercatat, Awal Oktober lalu, banjir bandang menghadang Wasior, Papua Barat. Kemudian, disusul dengan datangnya tsunami di Kepulauan Mentawai, Sumatra Barat. Selang sehari berikutnya di desa Kaliurang, Sleman- Yogyakarta. Gunung Merapi memuntahkan awan panas disertai abu vukanik hingga ratusan korban melayang. Hingga saat ini, gunung yang setia di jaga oleh almarhum Mbah Maridjan ini masih tetap eksis beraktivitas. Gunung yang terletak di perbatasan Yogyakarta dan Jawa Tengah ini merupakan satu dari sepuluh gunung teraktif di dunia. Kepala Data Badan Metereologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), Guswanto mengatakan gerakan endogen magma biasanya dipicu oleh hujan. “Air hujan yang tertampung di kawah Merapi, mengakibatkan tersumbatnya erupsi di kawah. Inilah yang menyebabkan merapi akhirnya harus mengeluarkan sebagian energinya yang disebut dengan letusan Gunung Merapi,” paparnya. Guswanto menambahkan, dampak akibat bencana ini, akan lebih terasa dalam kurun waktu satu tahun kedepan. “Dikhawatirkan bencana kelaparan akan segera melanda kawasan dekat Merapi mengingat banyaknya ternak yang mati, hutan yang kering, dan akan banyak penyakit yang melanda para korban,” terangnya.


Sementara itu, Koordinator BEM se-Bogor, Hendra etri Gunawan memandang berbagai bencana alam yang melanda Indonesia sebagai pengingat. “Evaluasi diri sebagai sebuah bangsa perlu dilakukan karena bisa jadi pelbagai bencana yang melanda sebagai teguran atas kelalaian dan ketidakadilan kita terhadap Tuhan dan ciptaanNya,” ujarnya. Ege, sapaan akrabnya, menghimbau kepada seluruh mahasiswa untuk berdoa dan memberikan aksi nyata dalam membantu para korban bencana alam yang ada di Indonesia. “Buktikan, kalau mahasiswa tidak hanya berfungsi sebagai control sosial pemerintah, tetapi dapat menjadi solusi nyata atas permasalahan langsung dimasyarakat. Bergerak galang dana atau terjun langsung menjadi relawan! ” tandasnya.


= Cipta W | Lismawati M studenta@jurnalbogor.com

Selasa, 02 November 2010

PLATFORM PERGERAKAN BEM se BOGOR

A. Latar Belakang

Dalam suatu gerakan, terutama yang dinaungi oleh sebuah aliansi harus ada acuan sehingga pergerakan yang dilakukan tidak menyimpang dari tujuan dibentuknya aliansi tsb. Oleh karena itu dirasa perlu untuk membuat suatu Platform Gerakan Mahasiswa BEM se Bogor.

B. Tujuan


1. Menyelaraskan gerakan mahasiswa BEM se Bogor.

2. Memaksimalkan kinerja dan kontribusi BEM se Bogor khususnya dalam dunia pergerakan.

3. Mempercepat terwujudnya Bogor Kota dan Kabupaten yang maju dan berkeadilan

C. Landasan

1. PANCASILA

2. Tri Dharma Perguruan Tinggi

3. Kesepakatan-kesepakatan lain yang disepakati bersama kemudian

D.Kebijakan Strategis

1. Gerakan mahasiswa BEM se Bogor merupakan gerakan mahasiswa yang berfikir tajam, moderat, terbuka, mudah diakses dan bermanfaat.

2. Gerakan mahasiswa BEM se Bogor merupakan gerakan sosial yang sedapat mungkin mengakar dalam masyarakat

3. Gerakan mahasiswa BEM se Bogor merupakan gerakan politik nilai bukan gerakan politik praktis

4. Gerakan mahasiswa BEM se Bogor merupakan gerakan intelektual yang mengedepankan akademik, prestasi, intelektualitas, dan moralitas

E. Kebijakan Implementasi

Gerakan mahasiswa BEM se Bogor akan fokus pada isu dan permasalahan Bogor Kota dan Kabupaten, Bangsa dan Negara serta yang secara profesi keilmuan dekat dengan mahasiswa se Bogor Kota dan Kabupaten.

F. Kebijakan Taktis

Gerakan yang mengacu pada isu dinamis terkini yang mengharuskan mahasiswa BEM se Bogor untuk peduli sekaligus mengambil sikap berlandaskan moral dan intelektual mahasiswa.

G. Penutup


Demikian platform ini kami buat, semoga dapat dijadikan acuan sehingga Gerakan mahasiswa BEM se Bogor dapat berjalan dengan baik dan tidak menyimpang.


Bogor, 28 Maret 2010

Kordinator BEM se BOGOR




( )

Mahagana Serahkan Bantuan Bencana

“Kami ingin berbagi dengan para warga di pengungsian. Maka dari itu kami mengadakan acara makan siang bersama, sehingga lebih terasa keakrabannya. Dalam acara makan siang bersama itu, tidak ada perbedaan antara kami, semua menyatu,” kata Ketua BEM se-Bogor Hendra Etri Gunawan kepada Jurnal Bogor, kemarin.

Jurnal Bogor, 16 March 2010
Rubrik: Bogor Barat

Cigudeg - Badan Eksekutif Mahasiswa BEM se-Bogor Minggu (14/3) siang kemarin melaksanakan penyerahan bantuan langsung kepada korban bencana longsor di Kampung Cibugis, Kecamatan Cigudeng, Kabupaten Bogor. Bantuan tersebut langsung diserahkan kepada pengungsi yang langsung diterima oleh kepala desa setempat dan didampingi oleh Kasi Trantib Kecamatan Cigudeg Atep S Sumaryono.
Dalam penyerahan bantuan tersebut, mahasiswa yang tergabung dalam Mahasiswa Tanggap Bencana (Mahagana) dan BEM se-Bogor mengandakan makan siang bersama para pengungsi di tenda pengungsian.

“Kami ingin berbagi dengan para warga di pengungsian. Maka dari itu kami mengadakan acara makan siang bersama, sehingga lebih terasa keakrabannya. Dalam acara makan siang bersama itu, tidak ada perbedaan antara kami, semua menyatu,” kata Ketua BEM se-Bogor Hendra Etri Gunawan kepada Jurnal Bogor, kemarin.

Seusai menyantap makan siang dengan menu yang sederhana itu, mahasiswa berbincang-bincang dengan pengungsi yang diselingi canda dengan gelak tawa. “Kami mengajak masyarakat tidak trauma, karena musibah bisa menimpa siapa saja. Kami juga memberi semangat kepada mereka untuk tetap bertahan walau keadaannya sulit, karena Allah tidak akan memberikan cobaan melebihi kemampuan hamba-Nya,” ungkap Hendra.
Mahasiswa yang tergabung dalam BEM se-Bogor dan Mahagana juga sempat meninjau lokasi longsor di Kampung Cibugis. Di lokasi longsor tersebut, mereka terlihat sangat bersimpati dengan kondisi Kampung Cibugis yang jauh dari akses ke jalan raya. “Wajar saja kalau mereka kesulitan. Karena itu, Pemkab Bogor harus menepati janjinya untuk merelokasi warga dari lokasi ini ke lokasi yang lebih layak,” tegas Hendra.
Hendra berjanji, dalam melaksanakan kegiatannya sekarang akan selalu mendekatkan kepada masyarakat dan bersahabat dalam semua kegiatan. “Kami ingin agar masyarakat tidak hanya menganggap para mahasiswa itu tukang berdemo. Mahasiswa juga bisa berbuat kegiatan sosial demi kemanusiaan,” pungkasnya.

=Muhammad Hafidh

76 Persen Mahasiswa Pertanyakan Kinerja BEM

“Selama ini orang cukup identik dengan BEM pelopor demo, namun jika di publikasikan lebih lanjut BEM berperan aktif di lingkungan masyarakat. Hal itu masuk dalam program mahasiswa tanggap bencana (mahacana),” ucap Hendra E.G. Kordinator BEM se Bogor.

Jurnal Bogor, 1 April 2010
Rubrik: Studenta

Tak heran jika di berbagai media massa kita menyaksikan mahasiswa berdemo mempersoalkan nasib bangsa dan Badang Eksekutif Mahasiswa (BEM) menjadi salah satu pelopor pergerakannya. Namun cukup disayangkan keadaan tersebut dipertanyakan oleh banyak mahasiswa.

Tim Studenta menyebar kuisioner kepada 72 mahasiswa diberbagai perguruan tinggi Bogor. 76 persen mempertanyakan kinerja BEM sebagai aspirator mahasiswa di kampus. Ketika biaya semester yang trus melonjak setiap tahun, sarana dan prasarana kuliah yang belum menunjang hingga dosen ngaret, kepada siapa harus mengadu?

Sebagai kalangan eksekutif mahasiswa, BEM dikenal sebagai salah satu organisasi resmi yang berfungsi sebagai wadah pergerakan dan aspirasi mahasiswa di kampus. Dengan adanya BEM, diharapkan berbagai macam aspirasi yang muncul dari mahasiswa dapat tersampaikan dan terealisasi bukti nyatanya. Namun, apakah selama ini eksistensi BEM di mata mahasiswa sudah menjadi aspirator yang baik dalam mengurusi urusan internal kampus?

Rizki Praba, mahasiswa Institut Pertanian Bogor (IPB) menilai kinerja BEM sebagai wadah aspirator mahasiswa belum terlihat hasilnya. “Saya sendiri gak tau hasil dari apa yang dikerjakan BEM selama ini, mungkin mereka sudah mengerjakan sesuatu tetapi tidak terlihat kerjanya oleh mahasiswa yang lain,” tuturnya. Ia menambahkan, kinerja BEM sampai saat ini masih belum maksimal sebagai pembantu mahasiswa dalam urusan internal kampus. “Jangan ngurusin dunia luar aja dengan ikut-ikutan demo kalau bisa perhatikan juga urusan internal kampus seperti sarana dan prasarana kampus yang kurang baik,” tandasnya.

Sementara itu, Arini, mahasiswi IPB yang lain menganggap kinerja BEM selama ini telah cukup membantu mahasiswa. “Mereka cukup membantu ketika mempublikasikan informasi beasiswa, walaupun saya akui kinerja dari apa yang mereka kerjakan sebagai tempat penyampai aspirasi mahasiswa belum terlihat jelas hasilnya,” ucapnya. Ia pun tidak setuju jika BEM dihapuskan. “Saya sangat tidak setuju kalau BEM ditiadakan. Terus yang jadi aspirator mahasiswa siapa?” tanya perempuan berkacamata ini.

Ketua BEM se-Bogor, Hendra Etri Gunawan menilai kinerja BEM sebagai lembaga aspirator mahasiswa cukup efektif. Berbagai permasalah di kampus di-follow up oleh BEM kemudian diajukan penyelesainnya dengan berdiskusi dengan pihak rektorat. Namun kendalanya adalah selama ini sering terjadi miss communication antara BEM dan mahasiswa yang menyebabkan kinerja BEM dipertanyakan. Menurutnya, BEM merupakan lembaga resmi kampus yang berperan sebagai kontrol sosial. “Sebagai lembaga aspirasi mahasiswa, BEM sangat memperhatikan kepentingan mahasiswa. Misalnya dalam hal kebijakan kampus yang kurang berkenan bagi mahasiswa, BEM melakukan diskusi dengan rektorat untuk mencari jalan tengah dari permasalahan tersebut,” terang Hendra sapaannya.

Sebagai kordinator BEM se-Bogor yang baru, Hendra mengusung program kerja berbasis gerakan vertikal dan gerakan horizontal. Gerakan vertikal mengarah pada aksi dan audiensi, sedangkan gerakan horizontal merupakan bentuk nyata kepedulian BEM terhadap masyarakat.

“Selama ini orang cukup identik dengan BEM pelopor demo, namun jika di publikasikan lebih lanjut BEM berperan aktif di lingkungan masyarakat. Hal itu masuk dalam program mahasiswa tanggap bencana (mahacana),” ucap Hendra.

Kenis | Cipta
redaksi@jurnalbogor.com

Dukung Penolakan BHP !!!!

Menurut Hendra Etri Gunawan, ketua Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) jika BHP berlaku dikampus merupakan pelanggaran terhadap Undang-Undang Dasar (UUD) 1945.

Jurnal Bogor, 8 April 2010
Rubrik: Studenta

Badan Hukum Pendidikan (BHP) yang telah ditolak oleh Mahkamah Konstitusi (MK) ternyata mendapat dukungan dari kebanyakan mahsiswa. Bagaimana tidak, kalau saja BHP diberlakukan di kampus, institusi tersebut akan meraup keuntungan yang sangat besar, sementara mahasiswa malah mendapat beban tanggungan biaya.

Sebuah kenyataan yang ironi. Kondisi ini tidak bisa dibiarkan, semua pihak harus peka dalam menyikapinya. Banyak Indikator yang semestinya kita bangun, mulai dari kemampuan ekonomi hingga output pendidikan yang seharusnya sebanding dengan keluarnya biaya.

Menurut Hendra Etri Gunawan, ketua Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) jika BHP berlaku dikampus merupakan pelanggaran terhadap Undang-Undang Dasar (UUD) 1945. BHP tersebut dikatakan tidak sesuai dengan filosofi dasar pendidikan. Benarkah seperti itu?
Bukankah pendidikan berhak dimiliki oleh semua warga? Jika tidak, mau dibawa kemana bangsa kita karena selalu dipersulit dalam setiap kondisi. Kedepannya bisa saja lembaga pendidikan tidak bekerja sebagaimana fungsinya, tetapi hanya mencari profit semata.

Hendra menyimpulkan seperti kebanyakan mahasiswa lainnya, dirinya amat mendukung penolakan BHP karena takutnya pihak kampus mudak menaikkan biaya pendidikan semau hati.

=Eka Ardhinie

Mahasiswa BEM se Bogor Bertahan di Jakarta

"Sebagian pulang untuk menyusun kekuatan dan menghimpun massa lainnya," kata Hendra.


Rabu, 03 Maret 2010 | 08:49 WIB

TEMPO Interaktif, BOGOR - Ratusan mahasiswa yang tergabung salam BEM se Bogor kembali akan mendatang gedung DPR RI, rabu (3/3).

Koordinator BEM se Bogor, Hendra EG, menjelaskan meskipun sebagian maha siswa sempat pulang ke Bogor, namun sebagian lagi masih bertahan di Jakarta. "Sebagian pulang untuk menyusun kekuatan dan menghimpun massa lainnya," kata Hendra.

Hendra menuturkan pada saat terjadi bentrokan pihaknya memilih mundur dengan rapi sehingga tidak ada yang luka. "Sempat ada insiden kami dilarang mundur oleh elemen yang lain, tapi bisa diatasi dengan damai," katanya.

Seperti hari sebelumnya, mahasiswa akan berangkat dari kampus masing-masing dengan menggunakan KRL. Hal tersebut untuk menghindari penghadangan dari pihak keamanan. "Kami akan bertemu di Departemen Kehutanan, selanjutnya berjalan bersama menuju DPR RI," ungkap Hendra.

Kedatangan mahasiswa ke gedung DPR RI untuk mengawal pansus angket Century, dengan mengusung empat tuntutan yakni, menindak lanjuti kasus Century ke proses hukum, bail out adalah tindakan yang salah, instansi penegak hukum harus berani memeriksa tokoh-tokoh yang terindikasi bersalah serta tokoh-tokoh yang bersalah diminta mengundurkan diri sebagai etika bernegara.


DIKI SUDRAJAT

Ketika Mahasiswa Menuntut “Kebangkitan”

“Indonesia masih berkutat dengan masalah sama, tidak banyak peruabahn yang dilakukan pemerintah. Misalnya dalam ruang lingkup Kota Bogor ini, tak jarang kita menyaksikan pengemis yang berkeliaran pusat keramaian dan kemacetan, dan yang lebih mengenaskan, di kota hujan ini kita dapat menyaksikan si kaya tambah jaya, dan si miskin semakin merana,” ungkap Hendra Etri Gunawan Koordinator BEM (Badan Eksekutif Mahasiswa) se-Bogor kepada Studenta kemarin

Jurnal Bogor, 20 May 2010
Rubrik: Studenta

Bogor - Peringatan Hari Kebangkitan Nasional (Harkitnas) diwarnai beragam aksi oleh mahasiswa. Sebagian mahasiswa menilai Harkitnas hanya perhelatan tahunan yang tidak memeberikan perubahan, namun dipihak lain mahasiswa optimis bahwa peringatan Harkitnas adalah semangat baru menuju kebangkitan. Bangkit dari kemiskinan, kebodohan, keterpurukan dan ketidakadilan.

“Indonesia masih berkutat dengan masalah sama, tidak banyak peruabahn yang dilakukan pemerintah. Misalnya dalam ruang lingkup Kota Bogor ini, tak jarang kita menyaksikan pengemis yang berkeliaran pusat keramaian dan kemacetan, dan yang lebih mengenaskan, di kota hujan ini kita dapat menyaksikan si kaya tambah jaya, dan si miskin semakin merana,” ungkap Hendra Etri Gunawan Koordinator BEM (Badan Eksekutif Mahasiswa) se-Bogor kepada Studenta kemarin. Menurutnya pemerintah seakan lupa bahwa Bogor adalah kota hujan yang subur dengan pertanian, untuk itu mengapa bukan pendidikan pertanian dan pembangunan desa yang ditingkatkan.

Sementara itu, Rizal Purwa Ilmiawan, ketua BEM Diploma IPB mengatakan mahasiswa memiliki peran penting dalam kebangkitan. “Meskipun mahasiswa belum cukup kontribusi untuk menyelesaikan berbagai permasalahan, namun setidaknya mahasiswa mengawal kebijakan dan bergerak horizontal dalam kemasyarakatan melalui pembinaan masyarakat desa,” terangnya.

Pada momentum Harkitnas ini, Rizal pun mempertanyakan kejelasan Undang-Undang Badan Hukum Pendidikan (UU BHP) yang belum jelas institusionalnya. “Negara Indonesia ini masih labih terhadap hokum, meskipun dalam undang-undang sudah dicantumkan bahwa hukum diberlakukan tanpa pandang bulu, namun pada pelaksanaannya masih tetap diragukan,” ujar Rizal. Dirinya menambahkan, permasalahan di Indonsia ini cukup komplit dan beragam, untuk itu mahasiswa sebagai makhluk intelektual dituntut untuk mampu bergerak dengan totalitas tinggi mengisi kemerdekaan dengan kemandirian sesuai dengan kemampuan masing-masing.

The conclusion is Days national’s evocation necessarily gets to impassion our national to build indonesian nation as the better nation. Therefore, college student role will really help deep its implement.

Devi Safitri | Maria Roberta | Diploma IPB | Editor: Kenis S
redaksi@jurnalbogor.com

BEM Se-Bogor Gelar Aksi Damai

Hendra Etri Gunawan, Koodinator BEM se-Bogor menyebutkan bahwa permasalahan di Kota dan Kabupaten Bogor adalah Kemiskinan, Kemacetan dan Pendidikan. Ketiga permasalahan ini dari tahun ketahun tidak terselesaikan, malah semakin parah.

Rabu, 19 Mei 2010

PORTALKRIMINAL - BOGOR: Puluhan mahasiswa menyambut hari Kebangkitan Nasional ke 102 dengan melakukan aksi unjuk rasa di Tugu Kujang Jalan Pajajaran, Kota Bogor, Rabu (19/5/2010) sekitar pukul 14.00 WIB.

Massa berjumlah 30 mahasiswa yang tergabung dalam Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) se-Bogor menggelar aksi damai memperingati hari Kebangkitan Nasional ke 102.

Mahasiswa memulai aksinya dengan berjalan kaki dari Kampus Pascasarjana IPB sebagi tempat perkumpulan massa, lalu berjalan kaki menuju Terminal Baranang Siang, berputar kembali ke Tugu Kujang.

Selain berorasi, mahasiswa juga mengelar teatrikal dan nyanyi-nyayian kebangsaan yang dipelintir menyadi sindiran sebagi bentuk aspirasi. Dalam aksinya mahasiswa juga membawa atribut demostrasi seperti bendera merah putih, umbul-umbul lambang organisasi, satu buah spanduk berukuran 1x2 meter yang bertuliskan Bangkit Bogor dan Indonesiaku.

Ada juga enam buah umbul-umbul dari karton bertuliskan pesan-pesan orasi diantaranya "Kabupeten Bogor jawara termiskin di Jawa Barat, masih perlu dipertahankan" ada juga yang bertuliskan "Kebangkitan Pertanian, Kebangkitan Indonesia Tugas Tangungjawab bersama" dan "Kota Bogor kota sejuta angkot".

"Aksi ini digelar dalam rangka memperingati hari Kebangkitan Nasional ke 102 yang jatuh besok (Kamis-red). Kami ingin menyuarakan apa yang kami rasakan, bahwa pada hari kebangkitan nasional Indonesia masih belum keluar dari permasalahan nasional seperti ekonomi dan pendidikan, disini kami ingin mengkritisi pemerintah yang terkesan lambat menindaklajuti permasalahan nasional," kata Hendra Etri dalam orasinya.

Dalam pernyataan sikapnya beberapa point yang menjadi kritikan mahasiswa diantaranya adalah kemiskinan, kemacetan dan pendidikan. Hendra Etri Gunawan, Koodinator BEM se-Bogor menyebutkan bahwa permasalahan di Kota dan Kabupaten Bogor adalah Kemiskinan, Kemacetan dan Pendidikan. Ketiga permasalahan ini dari tahun ketahun tidak terselesaikan, malah semakin parah.

"Kabupaten Bogor menjadi kabupaten termiskin no satu se Jawa Barat. Kemiskinan berdampak pada tingkat pendidikan karena saling bersinggungan," katanya.

Permasalahan lain yang dihadapi adalah kemacetan kota Bogor yang sebabkan sarana transportasi di Bogor tikda dikelola secara baik.
"Jumlah angkot yang semakin banyak, ditambah buruknya sistem menyebabkan permasalahan kemacetan di Bogor tidak terselesaikan. Kami mempertanyakan kinerja Pansus Transportasi," paparnya.

Pada hari peringatan Kebangkitan Nasional, mahasiswa mecoba menyuarakan hal kepada masyarakat dan pemerintah, agar pemerintah menyadari dan mencarikan solusi. "Kami mahasiswa tidak hanya berorasi, tapi kami siap membantu pemerintah," kata Hendra.

Hendra menyebutkan, di hari Kebangkitan Nasional, belum ada perubahan apapun yang dicapai oleh bangsa Indonesia. Aksi BEM se-Bogor diikuti oleh enam perguruan tinggi yang ada di Bogor diantaranya IPB, IPB Diploma, STIE Pandu Madanil, STIE Tazkiah, Politeknik Kent dan STKIP Muhammadiyah Luewiliang.

Rencananya besok Kamis pagi mahasiswa akan menggelar aksi secara nasional di Jakarta, aksi itu mengusung tema "Ultimatum Revormasi"
"Rencana yang akan ikut sekitar 100 mahasiswa dari 16 Perguran Tinggi dari Bogor yang akan bergabung ke Jakarta, kita akan berangkat pagi rencana awal menggunakan bis," ujarnya.

Aksi mahasiswa berlangsung kurang lebih 30 menit, selain berorasi, mereka menggelar teatrikal menggunakan tiga buah mobil main-mainan hasil karya mahasiswa terbuat dari karton.

Mobil-mobil itu didorong dengan kayu mengelilingi kumpulan mahasiswa yang berorasi, didepan para mahasiswa yang berorasi, terdapat botol-botol minuman bekas yang dibentuk seperti mobil-mobilan, mobil-mobilan diletakkan sembarangan didepan mareka sebagai simbol kemacetan dan keruwetan transportasi di Bogor.

Aksi mendapat perhatian dari pengguna jalan, arus kendaraan sedikit tersendat namun puluhan petugas kepolisian dan pamong praja telah mengatur arus agar tidak terjadi kemacetan panjang. (dio)

91% Nyatakan Belum Merdeka

Koordinator Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) se-Bogor, Hendra Etri Gunawan, mengatakan bahwa Indonesia masih dalam proses menuju merdeka dan hanya terbebas dari penjajahan konvensional.

Jurnal Bogor, 19 August 2010
Rubrik: Studenta

Mahasiswa Bicara Merdeka

Bogor - Kemerdekaan Indonesia yang telah mencapai usia ke-65 tahun, nyatanya belum benar dirasakan sepenuhnya oleh Warga Negara Indonesia. Negeri ini masih belum terbebas dari keterpurukan seperti kesejahteraan rakyat tergolong rendah dan kualitas pendidikan cukup memprihatinkan. Dari 100 angket yang dibagikan tim studenta kepada mahasiswa, 91% menyatakan Indonesia belum merdeka seutuhnya. 52% menganggap sektor pendidikan belum mendapat perhatian penuh dan 48% lainnya menuntut kesejahteraan merata bagi rakyat Indonesia.

Koordinator Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) se-Bogor, Hendra Etri Gunawan, mengatakan bahwa Indonesia masih dalam proses menuju merdeka dan hanya terbebas dari penjajahan konvensional. “Seharusnya dana subsidi silang untuk pendidikan yang selama ini dijanjikan harus disertai dengan motivasi dan sosialisasi kepada keluarga tidak mampu, serta kesenjangan sosial yang terjadi juga harus diminimalisasi,” tuturnya.

Senada dengan Hendra, Presiden Mahasiswa Institut Pertanian Bogor (Presma IPB), Achmad Firman Wahyudi menegaskan bahwa Indonesia memang belum benar-benar merdeka. Menurutnya, masih banyak kasus negeri yang belum terselesaikan bahkan terabaikan begitu saja. “Merdeka itu kita bisa mengecap kata bebas, kesejahteraan dan kemakmuran merata dan dapat mengangkat harkat dan martabat negara di mata Internasional. Selain itu, kebutuhan standar mereka pun harus terpenuhi,” ujar mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Manajemen ini.

Menanggapi hal tersebut, Rektor Universitas Pakuan, Dr. Bibin Rubini, M.Pd mengungkapkan bahwa Indonesia secara yuridis memang sudah merdeka tetapi secara fisik belum karena belum mewujudkan kesejahteraan, mencerdaskan kehidupan bangsa dan melindungi segenap bangsa seperti tujuannya yang tertuang di UUD 1945. “Mahasiswa sah-sah saja berpendapat seperti itu, karena Indonesia memang belum benar-benar merdeka secara lahiriah, masih telampau jauh untuk mencapai tujuannya, bukti nyatanya masih banyak yang miskin, ” paparnya.

Bibin menambahkan, mahasiswa jangan hanya menuntut kesejahteraan kepada pemerintah tapi juga harus berusaha meningkatkan perekonomian negara melalui keahlian wirausaha yang dimiliki. “Jangan hanya menuntut, tapi harus ikut membuktikan. Tingkatkan perekonomian negara dengan inovasi-inovasi baru,” pungkasnya kepada Studenta Jurnal Bogor.

= Devi Safitri | Maria Roberta Sianipar
studenta@jurnalbogor.com

1.105.156 Warga Bogor Hidup Dibawah Garis Kemiskinan

Sebanyak 24,68 persen atau 267.013 rumah tangga atau lebih kurang 1.105.156 jiwa masyarakat di Kabupaten Bogor hidup di bawah garis kemiskinan, kata Menteri Kebijakan Daerah Badan Eksekutif Mahasiswa Institut Pertanian Bogor Hendra Etri Gunawan.

Kamis, 20 Mei 2010, 08:15 WIB

Sebanyak 24,68 persen atau 267.013 rumah tangga atau lebih kurang 1.105.156 jiwa masyarakat di Kabupaten Bogor hidup di bawah garis kemiskinan, kata Menteri Kebijakan Daerah Badan Eksekutif Mahasiswa Institut Pertanian Bogor Hendra Etri Gunawan.

'Berdasarkan Pendataan Program Layak Perlindungan Sosial (PPLS) dari Badan Pusat Statistik Kabupaten Bogor sebanyak 24,68 persen masyarakat Bogor hidup miskin,' katanya di Bogor, Rabu (19/5/2010).

Hendra yang juga mahasiswa semester enam Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor (IPB) itu mengatakan, jumlah tersebut merupakan yang paling besar di antara kabupaten lain di Jawa Barat.

Ia menjelaskan, dari data BPS 2008, kepadatan penduduk Kabupaten Bogor adalah 1.5942 jiwa per kilo meter persegi.

Kepadatan penduduk tersebut, katanya, berdampak dalam penyediaan infrastuktur serta lapangan pekerjaan yang memadai dan menjadi beban dalam proses pembangunan.

'Jika berkualitas rendah akan meningkatkan kemiskinan di Kabupaten Bogor,' katanya.

Ia mengatakan, kemiskinan berdampak pada rendahnya kualitas pendidikan. Rendahnya pendidikan dikarenakan rendahnya indeks pembangunan manusia (IPM).

Rata-rata partisipasi pendidikan di Bogor adalah 7,2 tahun. Artinya, rata-rata warga Bogor hanya bisa bersekolah sampai kelas dua sekolah menengah pertama (SMP).

Menurut dia, penyebab rendahnya kualitas pendidikan karena keadaan infrastruktur pendidikan Kabupaten Bogor yang belum memadai.

'Kerusakan bangunan sekolah menjadi salah satu indikatornya. Banyak sekolah yang dibangun pada tahun 1970-an (masa Inpres) yang belum direnovasi hingga saat ini. Hal ini tentu saja berpengaruh luas terhadap kualitas sumberdaya manusia di Kabupaten Bogor,' katanya.(Afz/At/Jom)

Macet, BEM Se-Bogor Sindir Pemkot

“Kemacetan seringkali dianggap sepele, padahal mengakibatkan kerugian. Ironisnya Kota Bogor menjadi kota percontohan transportasi oleh Departemen Perhubungan, jadi tidak sepatutnya kemacetan menjadi masalah klasik dikota ini,” ujar Koordinator BEM Se-Bogor, Hendra E.G.


Jurnal Bogor, 20 May 2010
Rubrik: BOGOR CENTRUM

Bogor - Puluhan massa dari Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Se-Bogor melakukan aksi unjuk rasa di depan Tugu Kujang, Rabu (19/5). Aksi yang sempat menyebabkan arus lalulintas di sekitar Tugu Kujang tersendat itu berlangsung selama satu jam.
Dalam aksinya, pendemo menuntut kebijakan Pemerintah Kota Bogor agar serius menanggapi masalah kemacetan, pendidikan dan kemiskinan. “Kemacetan seringkali dianggap sepele, padahal mengakibatkan kerugian. Ironisnya Kota Bogor menjadi kota percontohan transportasi oleh Departemen Perhubungan, jadi tidak sepatutnya kemacetan menjadi masalah klasik dikota ini,” ujar Koordinator BEM Se-Bogor, Hendra.
Dia menambahkan, Pemerintah Kota dan Kabupaten Bogor, mahasiswa serta masyarakat, secara bersama-sama mencari solusi dari tiga permasalahan yang menjadi sorotan kota saat ini.

Meski aksi unjuk rasa tersebut tidak diwarnai dengan aksi anarkis, namun sedikitnya 40 personil aparat Kepolisian dari Polresta Bogor mengawal aksi tersebut.

=Bimo Tegar

Senin, 01 November 2010

Tiga Lokasi Demonstrasi di Kota Bogor

"Pemerintahan SBY telah gagal," kata Ketua BEM se- Bogor, Hendra Etri Gunawan.


Rabu, 20 Oktober 2010 | 11:56 WIB

TEMPO Interaktif, Bogor - - Tiga titik lokasi di pusat Kota Bogor menjadi sasaran demonstrasi mahasiswa terkait satu tahun pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.

Mahasiswa dari BEM se-Bogor, Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI), Himpunan Mahasiswa Indonesia (HMI), dan kelompok Cipayung bergerak menggunakan kendaraan roda empat, roda dua, serta berjalan kaki menuju Tugu Kujang di Jalan Pajajaran, Istana Bogor (Jalan Ir. H. Djuanda), serta kantor DPRD Kota Bogor (Jalan Kapten Muslihat).

Dengan membawa bendera kelompok masing masing, mereka meneriakkan tuduhan bahwa Yudhoyono dan Boediono antek-antek kapitalis dan imperialis. Enam tuntutan dilontarkan oleh mahasiswa, seperti mengembalikan kedaulatan bangsa, memberantas mafia hukum, meningkatkan kesejahteraan rakyat, menghentikan politisasi isu terorisme, menolak pembubaran Ahmadiah, serta memperbaiki sistem pendidikan nasional. "Pemerintahan SBY telah gagal," kata Ketua BEM se- Bogor, Hendra Etri Gunawan.

Mahasiswa Demo "20.10.10" di Depan Istana Bogor

Koordinator BEM se- Bogor Hendra Etri Gunawan mengatakan, memperingati satu tahun SBY dan Boediono pihaknya menuntut SBY dan Boediono untuk mewujudkan ketahanan pangan dalam hal ketersediaan, konsumsi dan distribusi dalam rangka mensejahterakan rakyat Indonesia.


Rabu, 20/10/2010 - 19:10

BOGOR, (PRLM).- Ratusan mahasiswa yang tergabung dalam Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Ibnu Khaldun (UIKA), Institut Pertanian Bogor, dan Universitas Pakuan (Unpak) Kota Bogor, melakukan aksi unjuk rasa di depan istana Bogor, Rabu (20/10). Dalam aksinya tersebut, selain membawa berbagai poster, juga membakar ban di tengan jalan. Akibatnya, jalan raya di sekitar Istana Bogor macet.

Dalam aksi tersebut sempat terjadi ketengan petugas dari kepolisian dari Polres Kota Bogor dengan mahasiswa ketika memadamkan api dari ban. Mahasiswa marah ban yang dibakar itu langsung dipadamkan oleh petugas. Sementara, Istana Bogor dipagar betis oleh ratusan anggota Polres Kota Bogor untuk menghadang ratusan mahasiswa yang hendak masuk ke dalam.

Koordinator BEM se- Bogor Hendra Etri Gunawan mengatakan, memperingati satu tahun SBY dan Boediono pihaknya menuntut SBY dan Boediono untuk mewujudkan ketahanan pangan dalam hal ketersediaan, konsumsi dan distribusi dalam rangka mensejahterakan rakyat Indonesia.

Selain itu, mendesak pembangunan ekonomi yang berkualitas dengan berasakan keadilan dan pemerataan,"Kami juga mendesak penyelesaian hukum kasus century, kriminalitas KPK, rekening gendut kepolisian serta pelanggaran HAM," ujarnya.

Hendra mengatakan, pihaknya menuntut pemerintah untuk melakukan transparansi dan perbaikan dalam pengelolaan energi nasional. "Jika tidak ada yang menemuinya, kami akan masuk kedalam istana Bogor,"tegasnya

Sementara, di depan kampus Universitas Islam Ibnu Khaldun (UIKA) jalan Soleh Iskandar, mahasiswa dalam aksinya sempat menghadang sejumlah kendaraan berpelat nomor merah, sehingga aksi tersebut mengakibatkan terjadinya keributan dan kemacetan di jalan. Malahn, dilakukan penghadangan terhadap mobil tangki gas elpiji yang kebetulan lewat.

Menurut seorang pengunjungrasa David, aksi yang mereka lakukan sebagai bentuk kekecewaan terhadap pemerintahan saat ini yang tidak terbukti bisa mensejahterakan rakyat sebagaimana dijanjikan dulu. “Kami mahasiswa pemerintahan sekarang tidak berhasil mensejahterakan masyarakat. Bahkan timbul berbagai persoalan yang tidak terselesakan,” katanya.

Aksi penghadangankendaraan tersebut berakhir setelah mahasiswa yang demo di depan UIKA berjalan kaki ke istana Bogor bergabung dengan pengunjukrasa lain. (A-134/das)***

Tuntutan Kebangkitan Mahasiswa Bogor

Rekam Jejak BEM se Bogor Maret-Juni 2010

Sumpah yang Terlupakan?

“Pemuda Indonesia tidak boleh melupakan sejarahnya. Apalagi semangat juang pemuda Indonesia dulu. Salah satu caranya dapat dilihat juga dari nilai akademis yang baik,” ujar Hendra Etri Gunawan, Kordinator BEM se Bogor

Jurnal Bogor, 28 October 2010
Rubrik: Studenta

Bogor - Momentum Hari Sumpah Pemuda yang diikrarkan 28 Oktober 1928 silam, nyatanya sudah mulai dilupakan pemuda masa kini. Dari hasil pantauan Studenta Jurnal Bogor kepada 100 mahasiswa yang menyatakan dirinya sebagai pemuda Indonesia, 66 % diantaranya tidak hafal teks sumpah pemuda. Jika isi dari tiga janji pemuda saja sudah dilupakan, bagaimana dengan makna sumpah pemuda?

Fauziah adalah satu dari sekian banyak mahasiswa yang tidak hafal sepenuhnya teks sumpah pemuda.”Sorry, saya nggak hafal semua teksnya. Namun, kalau boleh jujur, teks ini memang tidak terlalu banyak di gaungkan dibeberapa kegiatan penting sekalipun. Saya juga yakin bukan saya saja yang kurang hafal,” tuturnya dengan malu.

Menanggapi fenomena yang mengkhawatirkan ini, Kepala Dinas Pemuda dan Olahraga (Dispora) Kabupaten Bogor, Dadang Irfan, angkat suara. Menurutnya, semangat persatuan para pemuda dulu harus diikuti pemuda masa kini. “Miris memang, tapi inilah potret pemuda masa kini. Banyak pemuda Indonesia yang predikatnya sebagai manusia intelektual justru menjadi bagian dari tindakan kerusuhan, kerusakan, dan keanarkisan. Padahal ini jelas-jelas tidak diajarkan dalam teks sumpah pemuda,” paparnya.

Senada dengan Dadang, Wakil Ketua Sosial Budaya Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) Kota Bogor, M. Pribadi, mengatakan, bukan hanya teks sumpah pemudanya saja yang sudah dilupakan, aplikasinya pun telah diabaikan oleh pemuda Indonesia,. “Muda-mudi Indonesia masa kini seharusnya menanamkan rasa nasionalisme, persatuan dan nilai kebangsaan, jangan pudar seperti sekarang.” tuturnya.

Di tempat lain, Koordinator Badan Eksekutif Mahasiswa se-Bogor, Hendra Etri Gunawan, mahasiswa yang menjadi generasi pemuda selanjutnya harus semakin strategis dalam memaknai keberadaannya. “Pemuda Indonesia tidak boleh melupakan sejarahnya. Apalagi semangat juang pemuda Indonesia dulu. Salah satu caranya dapat dilihat juga dari nilai akademis yang baik,” ujar Hendra.

Renungan Hari Pendidikan di Bogor

Metrotvnews.com, Bogor: Ratusan mahasiswa yang tergabung dalam Aliansi Badan Eksekutif Mahasiswa Bogor, Jawa Barat, menggelar renungan malam memperingati Hari Pendidikan Nasional, Sabtu (1/5) malam. Mereka membawa lilin sambil bernyanyi di Simpang Tugu Kujang.

Tak hanya menyanyikan lagu kebangsaan, sebagian mahasiswa juga berorasi tentang kualitas pendidikan di Indonesia yang menurun. Mereka pun menyoroti kondisi infrastruktur pendidikan yang memprihatinkan.

Mahasiswa menuntut pemerataan pendidikan. Menjadikan pendidikan sebagai proioritas dan memberantas mafia pendidikan. Aksi mahasiswa sempat memacetkan jalan di Simpang Tugu Kujang.(ICH)

Peringati Hari Kebangkitan Nasional Mahasiswa Demo

“Kabupeten Bogor jawara termiskin di Jawa Barat, masih perlu dipertahankan” ada juga yang bertuliskan “Kebangkitan Pertanian, Kebangkitan Indonesia Tugas Tangungjawab bersama” dan “Kota Bogor kota sejuta angkot”


BOGOR (Pos Kota) - Puluhan mahasiswa menyambut Hari Kebangkitan Nasional ke 102 dengan melakukan unjuk rasa di Tugu Kujang Jalan Pajajaran Kota Bogor Rabu (19/5) sekitar pukul 14.00 WIB.

Sebanyak 30 anggota Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) se-Bogor memulai aksinya dengan berjalan kaki dari Kampus Pascasarjana IPB sebagi tempat perkumpulan massa, lalu berjalan kaki menuju Terminal Baranang Siang, berputar kembali ke Tugu Kujang.

Selain berorasi, mahasiswa juga mengelar teatrikal dan nyanyi-nyayian kebangsaan yang dipelintir menyadi sindiran sebagi bentuk aspirasi.Ada juga enam umbul-umbul dari karton bertuliskan pesan-pesan orasi diantaranya “Kabupeten Bogor jawara termiskin di Jawa Barat, masih perlu dipertahankan” ada juga yang bertuliskan “Kebangkitan Pertanian, Kebangkitan Indonesia Tugas Tangungjawab bersama” dan “Kota Bogor kota sejuta angkot”.(yopi/B)

Mahasiswa Renungan Malam di Tugu Kujang

Lebih dari 100 mahasiswa yang tergabung dalam Aliansi Badan Eksekutif Mahasiswa atau BEM se-Bogor menggelar acara renungan malam di Simpang Tugu Kujang, Bogor, Jawa Barat, Sabtu (1/5) malam. Aksi ini untuk menyambut Hari Pendidikan Nasional yang jatuh pada 2 Mei. Sambil menyalakan lilin, para mahasiswa juga menyanyikan lagu-lagu kebangsaan.

Menurut mahasiswa, pendidikan di Indonesia kualitasnya semakin menurun. Terlebih, kondisi infrastruktur soal pendidikan juga kian kurang memadai. Karena itu, mereka menuntut pemerintah menciptakan pemerataan pendidikan, menjadikan pendidikan sebagai prioritas, dan memberantas mafia pendidikan yang selama ini sering menghambat proses pendidikan yang matang.

Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas) diperingati setiap tanggal 2 Mei. Penetapan 2 Mei sebagai Hardiknas didasarkan pada hari kelahiran Ki Hajar Dewantara. Nama aslinya Raden Mas Soewardi Soeryaningrat (1889-1959). Dari sejarah singkat di atas diketahui bahwa Ki Hajar Dewantara adalah seorang pejuang, politikus, penulis, filsuf dan pendidik. Dengan demikian makna peringatan Hardiknas adalah “mengenang kembali sejarah perjuangan Ki Hajar Dewantara, menyerap sikap dan perilakunya dalam berjuang, mengaplikasikannya dalam kehidupan berbangsa dan bernegara sesuai dengan tugas dan fungsi kita masing-masing”.

KF/v/liputan6

Mahasiswa Malam Renungan di Tugu Kujang

Liputan6.com, Bogor: Lebih dari 100 mahasiswa yang tergabung dalam Aliansi Badan Eksekutif Mahasiswa atau BEM se-Bogor menggelar acara renungan malam di Simpang Tugu Kujang, Bogor, Jawa Barat, Senin (1/5) malam. Aksi ini untuk menyambut Hari Pendidikan Nasional yang jatuh pada 2 Mei. Sambil menyalakan lilin, para mahasiswa juga menyanyikan lagu-lagu kebangsaan.

Menurut mahasiswa, pendidikan di Indonesia kualitasnya semakin menurun. Terlebih, kondisi infrastruktur soal pendidikan juga kian kurang memadai. Karena itu, mereka menuntut pemerintah menciptakan pemerataan pendidikan, menjadikan pendidikan sebagai prioritas, dan memberantas mafia pendidikan yang selama ini sering menghambat proses pendidikan yang matang.

Aksi mahasiswa ini menjadi perhatian para pengendara hingga menimbulkan kemacetan panjang.(BOG)

Renungan Malam Sambut Pendidikan Nasional

“Kegiatan kami malam ini bukan sebuah aksi, tapi merupakan renungan untuk merefleksikan pendidikan yang ada di Indonesia,” Hendra Etri Gunawan, Kordinator BEM se Bogor.

Jurnal Bogor.
Lebih dari seratus mahasiswa dari Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) se- Bogor, Sabtu (1/5) tadi malam, menunduk sejenak dalam renungan menjelang hari pendidikan nasional (Hardiknas), Minggu (2/5) hari ini. Mereka satu suara dalam nyanyian bertemakan pendidikan, sambil menggenggam lilin.

Hendra Etri Gunawan Koordinator BEM se-Bogor menolak bila renungan tersebut dikatakan sebagai sebuah aksi.
“Kegiatan kami malam ini bukan sebuah aksi, tapi merupakan renungan untuk merefleksikan pendidikan yang ada di Indonesia,” katanya kepada Jurnal Bogor, sebelum memimpin orasi.

Kegiatan dimulai dengan berjalan kaki dari Masjid Raya pada pukul 19.30 WIB, kemudian renungan dipusatkan di Tugu Kujang hingga pukul 21.00 WIB. Dalam renungan tersebut, BEM se-Bogor ingin membangkitkan kembali semangat memperjuangkan pendidikan pada diri mahasiswa.

Sementara itu, Presiden Mahasiswa (Presma) Universitas Djuanda (Unida) M. Nur Husna mengatakan, selain menggelar berbagai aksi, renungan dan mediasi, BEM se-Bogor pun berusaha meningkatkan taraf pendidikan dengan tindakan nyata. Tujuan utamanya untuk mengubah paradigma masyarakat mengenai pendidikan.

“Ada dua bentuk perjuangan kami di bidang pendidikan, yakni cara vertikal diantaranya soal advokasi ke pemerintah, baik daerah maupun pusat serta horizontal melalui pengabdian kami kepada masyarakat untuk meningkatkan taraf pendidikan dengan program Bogor Cerdas,” tandas Husna.

BEM se Bogor Gelar Malam Renungan Pendidikan

Koordinator aksi Hendra Etri Gunawan mengatakan, menjadikan UN sebagai indikator kelulusan bukan langkah yang tepat karena kondisi sarana pendidikan belum mencukupi.

Bogor, 1/5 (Antara/FINROLL News) - Puluhan mahasiswa yang tergabung dalam Badan Eksekutif Mahasiswa se-Bogor, Sabtu malam menggelar aksi damai malam berupa renungan hari pendidikan nasional.

Dalam aksi di Tugu Kujang itu, puluhan mahasisma dari Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) itu menggelar nyanyi bersama. Masing-masing mahasiswa membawa lilin, sehingga menambah khidmat malam renungan itu.

Mahasiswa juga berorasi, meminta pemerintah untuk meninjau ulang pelaksanaa ujian nasional UN).

Koordinator aksi Hendra Etri Gunawan mengatakan, menjadikan UN sebagai indikator kelulusan bukan langkah yang tepat karena kondisi sarana pendidikan belum mencukupi

"Apalagi jumlah guru di indonesia masih kurang, belum lagi sarana pendidikan di Bogor, di mana sekurangnya 247 bangunan SD dalam kondisi rusak berat. Bagaimana siswa bisa mencapai standar kelulusan jika fasilitas yang ada masih jauh dari standar. Jadi UN tidak bisa dijadikan standar utama kelulusan," katanya.

Selain melakukan orasi dan bernyanyi, mahasiswa juga menggelar penggalangan dana di jalan. Dana yang terkumpul nantinya, kata Hendra, akan disumbangkan untuk pembangunan perpustakaan.

Aksi mahasiswa menyebabkan ruas di Jalan Padjajaran macet. Kemacetan terjadi dari arah rumah dinas wali kota.

Kamis, 17 Juni 2010

Sahabat Ksatria: Kepemimpinan yang melayani

Oleh
Hendra Etri Gunawan*

Inilah gerak kami, gerak yang didasari keinginan untuk memberi, bukan menerima karena Allah lah yang Maha Kaya.
(Potongan kalimat dari Idealisme Sahabat Ksatria)

Telah terukir dalam sejarah, disaat sahabat Umar Bin Khatab berjalan-jalan keluar singgasananya dimalam hari. Hal ini seringkali Ia lakukan guna melihat langsung kondisi rakyatnya. Hingga suatu malam Ia mendapati seorang ibu dan anaknya yang sedang menangis. Ternyata sudah beberapa hari ibu dan anak tersebut tidak merasakan nikmatnya makanan. Tanpa berpanjang pikir, Ia pun langsung menuju gudang penyimpanan bahan makanan dan mengambil sekarung gandum. Ia memanggul sekarung gandum itu sendiri tanpa mau merepotkan anak buahnya yang mungkin saat itu sudah tertidur. Sesampainya kembali di rumah si anak dan ibu, sang khalifah langsung memasakan gandum yang dibawanya agar dapat dinikmati. Sebuah nilai pelayanan yang mendalam. Umar bukan sekedar membawakan gandum dari gudang penyimpanan bahan makanan tapi juga memasakan gandum tsb hingga dapat dinikmati si ibu dan anak.

Membicarakan kepemimpinan yang melayani di negri ini memang seringkali hanya menjadi wacana. Karena pada kenyataannya, para pemimpin kita sudah terbiasa tuk menjadi pejabat formal yang selalu menuntut tuk dapat dilayani. Miris, tatkala melihat barisan mobil mewah dengan barisan pengawal yang ketat melintasi jalan-jalan umum. Kaca mobilnya tertutup dengan rapat, seakan menggambarkan sebuah ke-jijik-an melihat rakyatnya yang dahulu memilihnya.

Menjadi pemimpin yang melayani (Servant Leadership) memang tak semudah membalikkan telapak tangan. Karena menjadi pemimpin bukan sekedar adanya jabatan formal. Disaat kita bersedia menjadi pemimpin, maka kitapun harus bersedia membuka seluas-luasnya hak-hak privasi kita untuk orang orang lain. Disinilah beratnya. Kita akan selalu dituntut tuk dapat memberi, kapanpun dan dimanapun, disaat punya ataupun tidak, disaat lapang taupun sempit.

Pada tulisan ini, penulis mencoba tuk memaparkan sebuah buku yang sangat menarik. Buku yang berjudul Leadership by The Book (LTB) ini ditulis oleh Dr. Kenneth Blanchard dan kawan kawan. Buku ini membahas tentang kepemimpinan yang melayani dari tiga aspek yaitu HATI yang melayani (servant HEART), KEPALA atau pikiran yang melayani (servant HEAD), dan TANGAN yang melayani (servant HANDS).

Hati Yang Melayani (Karakter Kepemimpinan)
Kepemimpinan yang melayani dimulai dari dalam diri kita. Kepemimpinan menuntut suatu transformasi dari dalam hati dan perubahan karakter. Kepemimpinan sejati dimulai dari dalam dan kemudian bergerak ke luar untuk melayani mereka yang dipimpinnya. Disinilah pentingnya karakter dan integritas seorang pemimpin untuk menjadi pemimpin sejati dan diterima oleh orang-orang yang dipimpinnya. Paling tidak menurut Ken Blanchard dan kawan-kawan, ada sejumlah ciri-ciri dan nilai yang muncul dari seorang pemimpin yang memiliki hati yang melayani, yaitu:

Tujuan paling utama seorang pemimpin adalah melayani kepentingan mereka yang dipimpinnya. Orientasinya adalah bukan untuk kepentingan diri pribadi maupun golongannya tetapi justru kepentingan publik yang dipimpinnya. Seorang pemimpin sejati justru memiliki kerinduan untuk membangun dan mengembangkan mereka yang dipimpinnya sehingga tumbuh banyak pemimpin dalam kelompoknya. Hal ini sejalan dengan buku yang ditulis oleh John Maxwell berjudul Developing the Leaders Around You. Keberhasilan seorang pemimpin sangat tergantung dari kemampuannya untuk membangun orang-orang di sekitarnya, karena keberhasilan sebuah organisasi sangat tergantung pada potensi sumber daya manusia dalam organisasi tersebut. Jika sebuah organisasi atau masyarakat mempunyai banyak anggota dengan kualitas pemimpin, organisasi atau bangsa tersebut akan berkembang dan menjadi kuat.

Pemimpin yang melayani memiliki kasih dan perhatian kepada mereka yang dipimpinnya. Kasih itu mewujud dalam bentuk kepedulian akan kebutuhan, kepentingan, impian dan harapan dari mereka yang dipimpinnya. Seorang pemimpin yang memiliki hati yang melayani adalah akuntabilitas (accountable). Istilah akuntabilitas adalah berarti penuh tanggung jawab dan dapat diandalkan. Artinya seluruh perkataan, pikiran dan tindakannya dapat dipertanggungjawabkan kepada publik atau kepada setiap anggota organisasinya.

Pemimpin yang melayani adalah pemimpin yang mau mendengar. Mau mendengar setiap kebutuhan, impian dan harapan dari mereka yang dipimpinnya. Pemimpin yang melayani adalah pemimpin yang dapat mengendalikan ego dan kepentingan pribadinya melebihi kepentingan publik atau mereka yang dipimpinnya. Mengendalikan ego berarti dapat mengendalikan diri ketika tekanan maupun tantangan yang dihadapi menjadi begitu berat. Seorang pemimpin sejati selalu dalam keadaan tenang, penuh pengendalian diri dan tidak mudah emosi.

Kepala Yang Melayani (Metoda Kepemimpinan)
Seorang pemimpin sejati tidak cukup hanya memiliki hati atau karakter semata, tetapi juga harus memiliki serangkaian metoda kepemimpinan agar dapat menjadi pemimpin yang efektif. Banyak sekali pemimpin memiliki kualitas dari aspek yang pertama, tetapi ketika menjadi pemimpin formal, justru tidak efektif sama sekali karena tidak memiliki metoda kepemimpinan yang baik. Contoh adalah para pemimpin karismatik ataupun pemimpin yang menjadi simbol perjuangan rakyat, seperti Corazon Aquino, Nelson Mandela, Abdurrahman Wahid, bahkan mungkin Mahatma Gandhi, dan masih banyak lagi menjadi pemimpin yang tidak efektif ketika menjabat secara formal menjadi presiden. Hal ini karena mereka tidak memiliki metoda kepemimpinan yang diperlukan untuk mengelola mereka yang dipimpinnya. Tidak banyak pemimpin yang memiliki kemampuan metoda kepemimpinan ini. Karena hal ini tidak pernah diajarkan di sekolah-sekolah formal. Ada tiga hal penting dalam metoda kepemimpinan, yaitu:

Kepemimpinan yang efektif dimulai dengan visi yang jelas. Visi ini merupakan sebuah daya atau kekuatan untuk melakukan perubahan, yang mendorong terjadinya proses ledakan kreatifitas yang dahsyat melalui integrasi maupun sinergi berbagai keahlian dari orang-orang yang ada dalam organisasi tersebut. Bahkan dikatakan bahwa nothing motivates change more powerfully than a clear vision. Visi yang jelas dapat secara dahsyat mendorong terjadinya perubahan dalam organisasi. Seorang pemimpin adalah inspirator perubahan dan visioner, yaitu memiliki visi yang jelas kemana organisasinya akan menuju. Kepemimpinan secara sederhana adalah proses untuk membawa orang-orang atau organisasi yang dipimpinnya menuju suatu tujuan (goal) yang jelas. Tanpa visi, kepemimpinan tidak ada artinya sama sekali. Visi inilah yang mendorong sebuah organisasi untuk senantiasa tumbuh dan belajar, serta berkembang dalam mempertahankan survivalnya sehingga bisa bertahan sampai beberapa generasi.

Seorang pemimpin yang efektif adalah seorang yang sangat responsive. Artinya dia selalu tanggap terhadap setiap persoalan, kebutuhan, harapan dan impian dari mereka yang dipimpinnya. Selain itu selalu aktif dan proaktif dalam mencari solusi dari setiap permasalahan ataupun tantangan yang dihadapi organisasinya. Seorang pemimpin yang efektif adalah seorang pelatih atau pendamping bagi orang-orang yang dipimpinnya (performance coach). Artinya dia memiliki kemampuan untuk menginspirasi, mendorong dan memampukan anak buahnya dalam menyusun perencanaan (termasuk rencana kegiatan, target atau sasaran, rencana kebutuhan sumber daya, dan sebagainya), melakukan kegiatan sehari-hari (monitoring dan pengendalian), dan mengevaluasi kinerja dari anak buahnya.

Tangan Yang Melayani (Perilaku Kepemimpinan)
Pemimpin sejati bukan sekedar memperlihatkan karakter dan integritas, serta memiliki kemampuan dalam metoda kepemimpinan, tetapi dia harus menunjukkan perilaku maupun kebiasaan seorang pemimpin. Dalam buku Ken Blanchard tersebut disebutkan ada empat perilaku seorang pemimpin, yaitu:

Pemimpin tidak hanya sekedar memuaskan mereka yang dipimpinnya, tetapi sungguh-sungguh memiliki kerinduan senantiasa untuk mengharap ridho Allah SWT. Artinya dia hidup dalam perilaku yang sejalan dengan perintah dan larangan Nya. Dia memiliki misi untuk senantiasa mencari rahmat Allah SWT dalam setiap apa yang dipikirkan, dikatakan dan diperbuatnya.

Pemimpin sejati fokus pada hal-hal spiritual dibandingkan dengan sekedar kesuksesan duniawi. Baginya kekayaan dan kemakmuran adalah untuk dapat memberi dan beramal lebih banyak. Apapun yang dilakukan bukan untuk mendapat penghargaan, tetapi untuk melayani sesamanya. Dan dia lebih mengutamakan hubungan atau relasi yang penuh kasih dan penghargaan, dibandingkan dengan status dan kekuasaan semata. Pemimpin sejati senantiasa mau belajar dan bertumbuh dalam berbagai aspek, baik pengetahuan, kesehatan, keuangan, relasi, dan sebagainya. Setiap hari senantiasi menyelaraskan (recalibrating) dirinya terhadap komitmen untuk mencari ridho Allah SWT dan melayani sesama. Melalui solitude (keheningan), dan prayer (doa)

Demikian kepemimpinan yang melayani menurut Ken Blanchard dan kawan-kawan. Sebuah model kepemimpinan yang hari ini dirindukan negri ini. Tapi tidaklah baik, disaat kita hanya mencaci kegelapan tanpa mencoba menyalakan lilin. Perubahan demi perubahan akan kita dapati. Mencoba tuk terus belajar dan belajar guna melakukan perbaikan-perbaikan sederhana. Dimulai dari perubahan paradigma. Karena mahasiswa pada dasarnya adalah iron stock yang nantinya akan menempati berbagai posisi penting di negri ini. Jika paradigm atau pola pikir kita sudah dididik lurus, maka disaat nanti kita menjadi pemimpi-pemimpin negri, kita pun akan melakukan perilaku-perilaku yang baik pula.


*Kordinator BEM se Bogor

Membumikan Gerakan Mahasiswa: Dari Kantin Kampus ke Negara

Oleh
Hendra Etri Gunawan*

Nuansa keterbukaan dan dialogis memberikan warna tersendiri dalam pembentukan sistem IPB Social Politic Center (ISPC) tahun ini. Setiap orang merasa perlu untuk memikirkan dan memberikan masukan atas sistem yang ada. Banyak evaluasi dan masukan yang masuk, guna memastikan sistem IPSC hari ini harus lebih baik dari tahun lalu.

Membumikan ISPC. Kata inilah yang menjadi PR besar perbaikan sistem pergerakan mahasiswa IPB. Pembumian yang dimaksud bukan sekedar ISPC sebagai sebuah badan pergerakan tapi lebih dari itu bagaimana membentuk budaya dan nuansa pergerakan yang dapat diterima oleh seluruh lapisan mahasiswa. Sedih rasanya, disaat ada diantara kita yang melihat sebelah mata apa yang dikerjakan oleh yang lain. “Kenapa kita harus aksi? Masih banyak cara lain untuk memberikan kontribusi ke Bangsa ini”, tukas mahasiswa itu. Mereka seakan melihat kontribusi mahasiswa yang ikut aksi adalah perbuatan yang sia-sia. Inilah gambaran nyata tentang perbedaan yang terjadi di tubuh mahasiswa itu sendiri.

Sedikit mengulas ulang tentang apa yang dimaksud gerakan mahasiswa. Gerakan mahasiswa adalah gerakan moral dan politik nilai. Gerakan ini ada sebagai penyambung lidah antara masyarakat dan pemerintah. Tujuan gerakan mahasiswa adalah terwujudnya sebuah konsep keadilan atas berlangsungnya pembangunan di Bangsa ini. Keadilan yang dimaksud adalah dalam konteks kebijakan dan dalam aplikasi dilapangan. Turunan dari tujuan ini adalah bagaimana mahasiswa dapat menempatkan diri sebagai kontrol sosial atas berlangsungnya pembangunan tersebut. Disini fungsi pengendalian dijalankan dengan tujuan agar setiap hal yang telah direncanakan atau dijanjikan dapat terlaksana sebagaimana mestinya. Gerakan ini yang disebut dengan gerakan vertical, sebuah gerakan sebagai upaya untuk mengontrol segala kebijakan ataupun aplikasi kebijakan para pemimpin yang sedang berkuasa. Kajian, audiensi, propaganda media dan aksi jalanan bagian dari tools yang digunakan untuk mencapai tujuan ini (kontrol sosial,red).

Pada sisi lain, kita harus pula dapat memaknai bahwa adanya kita karena ada masyarakat disana. Kita ada karena jerit tangis rakyat atas ketidakadilan para penguasa. Kita adalah corong masyarakat. Dalam hal ini, kedekatan kita kepada masyarakat menjadi salah satu tolak ukur mendasar atas esensi adanya kita. Inilah gerakan yang kita pahami sebagai gerakan horizontal mahasiswa. Gerakan ini menjadi bagian yang tidak boleh terlupakan. Selain menjadi kaum “langitan”, mahasiswa juga harus dapat membuktikan bahwa adanya mereka dapat memberikan solusi dan kontribusi nyata atas permasalahan yang ada dalam masyarakat. Masyarakat yang notabenenya adalah kaum yang “tidak tau apa-apa”, yang terpikir oleh mereka hanya bagaimana dapat makan dengan harga yang murah, dapat tidur nyenyak dengan rumah sewajarnya, dan sekolah untuk sekedar mencari kerja. Mereka tidak peduli dengan sepak terjang baik buruknya penguasa. Maka hal yang sangat wajar apabila ditengah diktatorisme Presiden Soeharto, masih banyak masyarakat yang mengaguminya, kerena pada masa pemerintahannya masyarakat merasakan segala sesuatunya menjadi sangat murah dan mudah.

Gerakan horizontal dan gerakan vertical bukanlah 2 gerakan yang terpisah. Dua gerakan ini akan sangat mempengaruhi efektifitas dan efisiensi masing-masing. Semakin dekat kita dengan masyarakat, akan semakin mudah masyarakat menerima pencerdasan atas isu atau permasalahan yang kita bawa. Disaat masyarakat sudah dapat “dicerdaskan” dengan baik, tinggallah menunggu waktu akan adanya people power yang akan lebih dahsyat dari kekuatan penguasa manapun.

Hanya saja pada evaluasinya gerakan mahasiswa semakin “terbang tingggi” meninggalkan masyarakat dan mahasiswa yang lain pada umumnya. Gerakan mahasiswa semakin jauh tak terjangkau dan memberikan kesan ekslusif tersendiri. Gerakan politik mahasiswa yang seharusnya adalah gerakan politik nilai, kini berubah menjadi gerakan politik praktis dan pragmatis. Idealisme menjadi kata yang tabu dalam setiap kebijakan-kebijakan yang diambil. Pantas saja jikalau gerakan mahasiswa semakin kurang mendapat tempat di hati mahasiswa umum dan masyarakat. Ini adalah PR kita bersama sebagai insan pergerakan mahasiswa. Bagaimana kita bisa kembali mengambil hati mahasiswa umum dan masyarakat serta kembali “membumikan” gerakan mahasiswa.

Mulai dengan berpikir inklusif dan membangun keterlibatan terhadap semua stackholder yang ada. Bangun titik temu dan kegiatan-kegiatan dialogis. Turun langsung ke masyarakat dan sambangi kantin-kantin kampus tempat mahasiswa umum berkumpul santai. Mulailah berbicara dengan bahasa mereka. Bukan sekedar sekali tapi lakukanlah pendekatan yang konsisten. Penulis meyakini, gerakan-gerakan besar yang ada, bukan berawal dari tingginya gedung-gedung megah atau nyamannya student center kita, tapi berawal dari pembicaraan-pembicaraan ringan di kantin-kantin kampus. Dari sanalah people power itu akan terbentuk. Disaat semua mahasiswa merasakan apa yang kita resahkan bersama. Dan karena itulah mereka bergerak. Karena mahasiswa adalah fenomena.


*Menteri Kebijakan Daerah BEM KM IPB;
Kordinator BEM se Bogor

Solusi Kemacetan Bogor

Oleh
Hendra Etri Gunawan*

Visi Kota Bogor sebagai kota jasa 2025 nampaknya akan jauh terealisasi. Kota jasa yang identik dengan kenyamanan, masih sangat jauh dari kondisi kota Bogor saat ini. Banyak masyarakat luar Bogor yang mengeluh harus menempuh waktu berjam-jam untuk menempuh jarak yang relative dekat dari satu tempat ke tempat lain di Bogor. Awalnya ingin berjalan-jalan tuk sekedar refreshing, malah tambah stress dengan kondisi kemacetan jalan-jalan yang dilalui.

Kondisi kemacetan seperti ini sudah menjadi hal biasa bagi masyarakat Bogor. Kota Bogor sebagai kota hujan kini berubah sebagai kota 1001 angkot, sebagai gambaran begitu parahnya kemacetan di Bogor kita tercinta ini. Kemacetan pada prinsipnya terjadi akibat tidak seimbangnya antara jumlah kendaraan yang melintas dengan tersedianya jaringan jalan. Peningkatan jumlah kendaraan tidak sebanding dengan pertumbuhan jaringan jalan yang ada. Kapasitas jalan yang ada pun, tidak dapat sepenuhnya digunakan untuk berkendara, karena ada faktor hambatan samping, yaitu kendaraan yang parkir di pinggir jalan dan beberapa pedagang kaki lima yang juga turut mengambil tempat di jalan. Hal ini membuat ruas jalan semakin sempit bagi kendaraan yang melintas. Selain itu tidak meratanya pusat kegiatan perekonomian di suatu daerah menjadi salah satu penyebab kemacetan. Tenaga kerja dari berbagai daerah bergerak bersama-sama menuju daerah pusat kegiatan tersebut, sehingga pergerakan transportasi semakin banyak serta menumpuk pada daerah itu dan terjadilah kemacetan.

Ditambah lagi oleh faktor manusia itu sendiri, yaitu para pengguna kendaraan tersebut. Ketidakdisiplinan para pengguna jalan juga menjadi faktor lain yang menyebabkan terjadinya kemacetan di jalan. Sebagai contoh, kendaraan umum, seperti angkot, mikrolet, ataupun bis yang menaikkan dan menurunkan penumpang di sembarang tempat. Tidak hanya dari pihak angkutan umum, tetapi penumpangnya juga kurang sadar dimana sebaiknya tempat menunggu dan menghentikan kendaraan umum. Selain itu mobil dan motor juga tidak disiplin dalam mematuhi rambu-rambu yang berlaku. Seringkali kendaraan diparkir secara sembarangan dan para pengemudi mengendarai kendaraannya dengan kurang sopan.

BEM se Bogor memandang masalah kemacetan adalah salah satu masalah krusial yang harus segera diatasi Pemerintah Kota Bogor, mengingat visi kota Bogor 2025 adalah sebagai kota jasa. Selain itu masalah kemacetan adalah salah satu masalah yang sangat dekat dengan kepentingan masyarakat. Banyak masyarakat yang dirugikan baik dari sisi ekonomi maupun dari sisi yang lain. Pada rapat gelar rapat dengar pendapat antara Pansus Transportasi dengan para Stakholder yang ada di Bogor. BEM Se-Bogor(BSB) adalah salah satunya. Dalam Pembahasan itu, BSB menyampaikan usulan solusi:
Berdasarkan penanggung jawab, kami membagi solusi kedalam dua bagian, yaitu:

1. Pemerintah (Walikota beserta jajarannya)
Dinas Pendidikan
Pemerintah, khususnya Dinas Pendidikan disarankan untuk memasukan Pendidikan Karakter secara eksplisit ke dalam kurikulum pendidikan, dari anak berusia TK hingga perguruan tinggi. Nilai Karakter yang ditanamkan minimal adalah tentang penggunaan jalan raya. Sifatnya tidak terbatas pada pengetahuan (knowing), tapi juga sampai pada tataran acting-melakukan nilai-nilai karakter yang diketahui tersebut. Solusi ini sifatnya jangka panjang dan tidak bisa terburu-buru dalam menikmati hasilnya. Tetapi, kami yakin dari sinilah perbaikan transportasi akan dimulai.

Dinas Sosial
Dinas Sosial dapat bekerja sama dengan KADIN untuk merelokasi PKL (Pedagang Kaki Lima). Secara teknis, kami yakin pemerintah mampu melakukan relokasi ini. Tetapi yang sering menjadi masalah dalam relokasi PKL adalah bagiamana PKL mendapatkan tempat yang layak untuk berjualan (baik secara analisis Ekonomi maupun kepatutan tempat) dan cara pemerintah merelokasi. Kami sangat tidak menyarankan perelokasian menggunakan kekerasan dan paksaan. Kami yakin, PKL akan mau direlokasi jika kita mampu memberi pengertian dengan baik dan menghargai mereka sebagaimana kita mau dihargai. Harapannya setelah PKL berada ditempat yang seharusnya (tidak di bahu jalan) kemacetan dapat terkurangi.

Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang
Perbaikan tata ruang secara menyeluruh sangat diharapkan dalam penuntasan kasus Kemacetan di Bogor. Hal ini meliputi sistem pengairan, trotoar, dan pemberian izin pendirian bangunan bagi sentra usaha bisnis dalam hal ini adalah mall. Pemerataan sentra bisnis juga perlu dilakukan sehingga kepadatan bisa dikurangi dan tidak terkonsentrasi pada satu titik.

Pemerintah dengan segala program kerjanya untuk mengatasi kemacetan merupakan salah satu indikasi kebaikan yang perlu dihargai. Hanya saja program-program yang dilaksanakan dirasa hanya sekedar tambal sulam atas permasalahan yang ada. Satu selesai, akan timbul masalah baru yang lain. Maka Badan Perncanaan dan Pembangunan Daerah (Bappeda) yang memiliki wewenang dan tugas dalam hal ini diharapkan dapat membuat grand design yang komprehensif dan jangka panjang, sehingga permasalahan yang ada dapat diselesaikan dan menjadi penunjang untuk menuju visi kota Bogor sebagai kota jasa 2025. Kekonsistenan dalam melaksanakan program tersebut pun sangat perlu dilakukan. Sehingga, kemajuan dan perbaikan transportasi yang dihasilkan dapat terus meningkat, bukan sebaliknya. Selain itu, perlu juga adanya supermasi hukum yang jelas terhadap para pengguna jalan yang melanggar peraturan berlalu lintas. Tidak ada tawar menawar dalam sanksi dan tidak ada pemakluman terhadap kesalahan, siapapun yang melakukannya.

2. Masyarakat (Civil Society)
Jika dalam tataran Organda dan Dinas perhubungan masalah yang selalu mendapat prioritas pembahasan adalah banyaknya angkot yang ada di Kota Bogor, maka kami ingin mengatakan bahwa ada sebagian masyarakat yang berperan aktif dalam menambah volume kendaraan yang ada di jalanan. Bagian masyarakat ini yang tidak bisa dikendalikan oleh pemerintah. Karena walau bagaimanapun pembelian mobil pribadi merupakan Hak Preoregatif setiap orang di Negeri ini. Jika pemerintah tidak mampu mengingatkan, maka kesadaran diri adalah kuncinya. Konsep Penyadaran diri, akan kami bahas di bagian selanjutnya.

Pemilik Usaha
Hal lain yang sering menjadi pemicu kemacetan adalah adanya mobil yang parkir di depan pusat perbelanjaan. Kami tidak menyalahkan pemilik kendaraan, tapi yang patut dipertanyakan adalah apakah pemilik usaha yang ada di sepanjang jalan Kota Bogor itu telah menyediakan sarana parkir yang memadai bagi para pengunjung toko mereka? Jika belum, maka kami sarankan pemerintah untuk mengkaji ulang pemberian izin pendirian usaha. Hal ini mungkin terdengar sulit. Tapi itulah masalah. Tidak akan ada solusi konkrit tanpa kesungguhan.

Mahasiswa
Menilik paradigma mahasiswa yang berbasis pada intelektualitas, kami tidak bermaksud memposisikan mereka sebagai dewa yang tidak pernah salah atau teknisi yang serba bisa tetapi lebih kepada sebagai tenaga penggerak baik secara horizontal ke masyarakat maupun secara vertical kepada pemerintah. Penanganan kansus transportasi, kami melihat perlu penanganan yang menyeluruh. Konsep yang digunakan dalam kasus ini adalah adanya Pemasaran Sosial di tingkat masyarakat. Pemasaran Sosial yang dimaksud bertujuan untuk mengkampanyekan tentang apa yang kita inginkan diketahui masyarakat sehingga melahirkan pemahaman dan tindakan yang nyata untuk menyelesaikan masalah tersebut. Dalam Pemasaran sosial, Sasaran edukasi terbagi dalam tiga segmen:

1. Sasaran primer melingkupi pedagang kaki lima, para supir angkot, penumpang angkot, dan pengguna jalan lainnya. Sasaran Primer adalah sasaran yang kita ingin diubah perilakunya. Teknis yang kita gunakan untuk melakukan kampanye kepada mereka adalah dengan sosialisasi langsung dan internalisasi nilai.

2. Sasaran Sekunder meliputi Organda, sekolah, dan perguruan tinggi. Sasaran sekunder adalah sasaran yang akan mendukung sasaran primer melakukan perubahan. Teknis yang dapat dilakukan adalah dengan audiensi dan sosialisasi.

3. Sasaran tersier adalah sasaran yang memberikan pendanaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan program ini. Melingkupi pemerintah (Walikota beserta jajarannya) dan DPRD.


Demikianlah masukan solusi kemacetan Bogor dari hasil kajian BEM se Bogor. Permasalahan ini adalah permasalahan kita bersama, bukan hanya pemerintah kota. Masyarakat, mahasiswa harus dapat bersatu padu menyelesaikan masalah yang sudah menahun ada di tengah-tengah kita. Bogor bebas kemacetan akan jadi nyata, bukan sekedar mimpi.



*Kordinator BEM se Bogor

Rabu, 16 Juni 2010

Jumlah Penduduk Miskin Kabupaten Bogor Tertinggi di Jawa Barat

Oleh
Hendra Etri Gunawan*

Kemiskinan merupakan suatu permasalahan yang dihadapi oleh negara-negara berkembang, termasuk di Indonesia. Kemiskinan menyangkut suatu kondisi kekurangan dari sebuah tuntutan kehidupan yang paling minimum, khususnya dari aspek konsumsi, pendapatan, dan kebutuhan sosial. Jumlah penduduk miskin di Indonesia berfluktuasi dari tahun ke tahun. Fluktuasi tersebut juga terjadi di Jawa Barat. Jumlah penduduk miskin di Jawa Barat relatif menurun dari tahun 2003 hingga 2004, kemudian meningkat kembali hingga tahun 2006. Sementara itu, hasil pendataan program layak perlindungan sosial (PPLS) dari Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Bogor, jumlah rumah tangga miskin di Kabupaten adalah 257.013 Rumah Tangga (1.105.156 Jiwa) atau 24,68% dari jumlah masyarakat Kabupaten Bogor. Jumlah tersebut merupakan yang paling besar di Jawa Barat. Masih menurut data BPS, kepadatan penduduk Kabupaten Bogor adalah 1.5942 jiwa per km2. Kepadatan penduduk tersebut berdampak dalam penyediaan infrastruktur serta lapangan pekerjaan yang memadai dan menjadi beban dalam proses pembangunan. Jika berkualitas rendah akan meningkatkan kemiskinan di Kabupaten Bogor.

Indikator kemiskinan yang digunakan BPS ada 14 diantaranya: luas lantai bangunan tempat tinggal, jenis lantai bangunan tempat tinggal, jenis dinding bangunan tempat tinggal, sumber air minum, penggunaan fasilitas buang air besar, jenis bahan bakar untuk masak sehari-hari, sumber penerangan rumah tangga, kepemilikan aset minimal senilai Rp 500.000, frekuensi makan dalam sehari, pembelian pakaian baru dalam setahun, pembelian daging/ayam/susu dalam seminggu, kemampuan berobat ke puskesmas atau poliklinik, pendidikan tertinggi kepala rumah tangga, dan bidang pekerjaan utama kepala rumah tangga.Menurut BPS, suatu rumah tangga dapat dikatakan miskin jika memenuhi minimal sembilan dari 14 indikator yang ditetapkan.

Berbagai program telah dilaksanakan Pemerintah Kabupaten Bogor, salah satunya adalah dengan membagi wilayah Kabupaten Bogor menjadi 4 wilayah pengembangan (BAPPEDA,2010):
1. Cluster Cibinong Raya (Cibinong, Citeureup, Bojong Gede, Sukaraja, Babakan Madang, Tajur Halang).
Peran dan Fungsi:
a. Pusat Pemerintahan
b. Perdagangan dan Jasa Regional
c. Industri Terbatas
d. Industri Besar dan Manufaktur
e. Agribisnis
f. Permukiman

Program Prioritas:
a. Pengembangan Cibinong Central Bussiness District (CCBD) à kawasan ‘sport center’, revitalisasi kawasan Mayor Oking, penataan kawasan industri
b. Pembangunan Jalan Bojonggede - Kemang
c. Pembangunan Jalan Kandang Roda - Pakansari
d. Pembangunan terminal agribisnis

2. Cluster Parung (Parung, Gunung Sindur, Ciseeng, Kemang, Rancabungur, Parung Panjang, Tenjo, Rumpin)
Peran dan Fungsi :
a. Perdagangan dan Jasa
b. Permukiman
c. Industri Menengah
d. Agribisnis
e. Industri Besar dan Manufaktur
f. Pertambangan
Program Prioritas :
a. Perencanaan Pembangunan Rumah sakit Bogor Utara
b. Pembangunan Terminal Parung
c. Pemindahan Kantor Kecamatan Parung

3. Cluster Klapanunggal (Cileungsi, Gunung Putri, Klapanunggal, Cariu, Jonggol, Sukamakmur, Tanjungsari)
Peran dan Fungsi :
a. Perdagangan dan Jasa
b. Industri Besar dan Manufaktur
c. Permukiman
d. Agribisnis dan Agroindustri
e. Pariwisata
Program Prioritas :
a. Pembangunan Pasar Induk dan Terminal Agribisnis Regional
b. Revitalisasi Kawasan Simpang Susun Cileungsi
c. Optimalisasi Pengelolaan dan Pemanfaatan Terminal Cileungsi

4. Cluster Ciawi (Ciawi, Cisarua, Megamendung, Cigombong, Cijeruk, Taman sari, Ciomas)
Peran dan Funngsi :
a. Perdagangan dan Jasa
b. Pariwisata
c. Agribisnis
d. Industri Kecil

Program Prioritas :
a. Pembangunan Pasar Induk
b. Penataan kota terpadu di Cigombong

5. Cluster Leuwiliang (Leuwiliang, Dramaga, Ciampea, Cibungbulang, Leuwisadeng, Pamijahan, Tenjolaya, Jasinga, Cigudeg, Nanggung, Sukajaya)
Peran dan Fungsi :
a. Perdagangan dan Jasa,
b. Agribisnis
c. Agroindustri
d. Pendidikan
e. Industri Kecil
f. Pariwisata
g. Pertambangan

Program prioritas:
a. Pembangunan Jalan Lingkar Selatan


Pembagian wilayah ini dibuat agar pembangunan yang terjadi dapat sesuai dengan kebutuhan dan karakteristik dari masing-masing daerah. Namun pada kenyataannya permasalahan di lapangan tidak sesederhana yang kita bayangkan. Mental masyarakat kita yang cenderung ingin “enaknya sendiri”, membuat mereka mengambil hak yang bukan hak mereka, khususnya dalam pendataan keluarga miskin. Mereka mengaku miskin, padahal secara nampak fisik tidak mencakup kriteria-kriteria yang dbuat BPS di atas. Ini merupakan permasalahan, karena kondisi ini, banyak warga miskin yang seharusnya mendapat bantuan jadi tidak mendapat bantuan sebagaimana mestinya. Masih banyak lagi kendala-kendala yang terjadi di lapangan, mulai dari ketidaksiapan sistem hingga “kenakalan” aparatur pemerintah dan masyarakat itu sendiri.

Mengentaskan kemiskinan merupakan tugas kita bersama, antara mahasiswa, masyarakat dan Pemerintah Daerah. Pengentasan kemiskinan hendaknya dijadikan program prioritas pemerintah daerah. Pengentasan difokuskan pada wilayah yang memiliki persentase rumah tangga miskin yang tinggi, yaitu Kecamatan Nanggung, Sukajaya, Ciseeng, Cijeruk, Tanjung Sari, dan Cariu. Pemerintah perlu melakukan pelatihan-pelatihan keterampilan untuk menambah penghasilan bagi rumah tangga di Kabupaten Bogor. Pelaksanaan pelatihan-pelatihan ini dapat bekerja sama dengan mahasiswa melalui program Bina Desa, Community Development, dan Praktek Lapang dari masing-masing kampus. Masyarakat pun dapat membantu pengentasan kemiskinan dengan menyisihkan sebagian rizkinya ke lembaga-lembaga pemberdayaan masyarakat. Dana tersebut nantinya akan digunakan untuk melaksanakan program-program pemberdayan masyarakat yang berhubungan dengan pengentasan kemiskinan. Jika hal ini ini telah dipadukan, bukan tidak mungkin Kabupaten Bogor bebas kemacetan akan segera tercapai.




*Kordinator BEM se Bogor

Sabtu, 01 Mei 2010

RENUNGAN HARI PENDIDIKAN NASIONAL

Pendidikan merupakan aspek terpenting sebagai tonggak kemajuan bangsa. Tujuan pendidikan seperti yang termaktub didalam amanat konstitusi kita (UUD 1945) ialah mencerdaskan kehidupan berbangsa dan bernegara. Dengan pendidikan bangsa ini bisa terhindarkan dari penindasan. Tapi lagi-lagi upaya untuk mewujudkan itu belum sesuai kalau melihat keadaan pendidikan sekarang. Untuk menjadikan pendidikan sebagai sesuatu yang bisa mencerdaskan dan mensejahterakan.tanpaknya masih jauh dari harapan.

Menyikapi hari pendidikan Nasioanl sebagai Evaluasi Hitam Putih pendidikan Indonesia Badan Eksekutif Mahasiswa Sebogor melihat ada banyak problema yang harus dikritisi dan diselesaikan oleh Bangsa ini. Salah satunya adalah kualitas pendidikan yang tidak jelas juntrungannya.Itu bisa ditinjau dari aspek lemahnya sistem birokrasi yang bisa menyebabkan tindak korupsi diinstutusi pendidikan mulai dari proses perencanaan, pelaksanaan, hingga evaluasi serta pengawasan. Selama ini struktursistem yang dikembangkan sangat birokratis, tidak efisien dan sebagian pejabat daerah menempatkan orang bukan karena profesionalisme atau kemampuan tetapi karena kedekatan dengan pejabat atau karena jasa-jasa politik sebelumnya.

BEM Sebogor memandang masih lemahnya insfrastruktur pendidikan misalnya, banyak sekali sekolah dan perguruan tinggi kita yang gedungnya rusak, kepemilikan dan penggunaan media belajar rendah, buku perpustakaan tidak lengkap. Sementara laboratorium tidak standar, pemakaian teknologi informasi tidak memadai dan sebagainya. Bahkan masih banyak sekolah yang tidak memiliki gedung sendiri, tidak memiliki perpustakaan, tidak memiliki laboratorium dan sebagainya Data Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Bogor Tahun 2010 menyebutkan sedikitnya 247 bangunan sekolah dasar (SD) di wilayah Kabupaten Bogor dalam keadaan rusak. Hal ini deperparah dengan kurangnya tenaga guru yang berjumlah lebih dari satu juta.

Rendahnya relevansi pendidikan dengan kebutuhan juga menjadi masalah serius Depdiknas (2009) mencatat jumlah pengangguran terdidik Indonesia 961.001 orang dan dari jumlah tersebut 598.000 lebih berstatus sarjana jumlah yang cukup fantastasti . Selain itu kondisi buta huruf di Indonesia juga masih menjadi persoalan besar yang belum tuntas diberantas. Angka penyandang buta huruf di Indonesia masih sangat tinggi, suatu jumlah yang kelak bisa menjadi bom waktu yang bisa menghancurkan bangsa ini. Menurut data UNISCO Dari 771 juta jiwa tersebut, diyakini 13,2 juta jiwanya adalah penduduk Indonesia. Disamping itu biaya pendidikan menjadi faktor utama yang menghalangi rakyat untuk bisa merasakan manisnya layanan pendidikan. Meski telah dianggarkan 20 % namun dalam realisasi anggaran ini masih banyak yang belum tepat sasaran karna lemhnya sistem konroling, praktek KKN oknum pejabat pemerintah dan pejabat sekolah dalam pengalokasian dana pendidikan dari tinggkat atas hingga bawah tampak belum terkontrol secara optimal hal ini menimbulkan diskriminasi pendidikan bagi rakyat yang mebutuhkan.Untuk itu melalui renungan Hari Pendidikan Nasional ini Aliansi Badan Ekesekutif Mahasiswa Sebogor menuntut beberapa hal sebagai berikut :

1. Menjadikan Pendidikan sebagai prioritas Pembangunan bagi Pemerintah
2. Menjadikan Masyarakat sebagai Mitra dalam peningkatan kualitas Pendidikan
3. Reformasi birokrasi Dep. Pendidikan Nasional dari pusat hingga Daerah.
4. Pemerataan Sistem Pendidikan
5. Pemerhatian pembangunan Infra Struktur Sekolah
6. Menuntut Pemerintah untuk menciptakan pemerataan kesempatan pendidikan bagi rakyat-rakyat terpencil.
7. Berantas Mafia Pendidikan baik ditingkat pusat maupun daerah.
8. Meningkatkan profesionalisme tenaga pendidik dan kependidikan.


CP:
Hendra Etri Gunawan (Kordinator BEM se Bogor)
085692610262, etrigunawanhendra@gmail.com, bemsebogoraya@gmail.com

Rabu, 28 April 2010

BEM se Bogor Goes to Media

Senin, 26 April 2010 BEM Se-Bogor telah melaksanakan kunjungan ke Radar Bogor dan Jurnal Bogor. Kampus yang ikut dalam agenda tersebut adalah STEI TAZKIA, STIH DHARMA ANDIGHA, AKA BOGOR, dan IPB.

Kunjungan BEM Se-Bogor ke Jurnal Bogor diterima oleh Rifqy sebagai Kordinatur Pelaksana Peliputan dan Mbak Ami Supatmiati sebgai Redaktur Pelaksana dari Radar Bogor. Hasil dari kunjungan tersebut adalah mereka terbuka untuk berperan serta mengawal isu yang ada di Kota dan kabupaten Bogor. Salah satu isu yang diangkat dan menjadi fokus diskusi kunjungan adalah Pendidikan dan teknis Peliputan.

Gerakan Pendidikan yang akan dibangun adalah gerakan Horizontal dan Vertikal. Gerakan Horizontal adalah gerakan yang langsung terjun ke masyarakat. Aksi nyata yang akan kita lakukan adalah bersinergi dengan kampus yang memiliki perhatian khusus terhadap Pendidikan. Misalnya pendirian Perpustakaan. Aksi Vertikal adalah tindakan pengawalan dan pengingatan terhadap pemerintah. Salah satu bentuk aksi yang akan kita selenggarakan adalah Aksi tanggal 30 April 2010 di Tugu Kujang.

Isu lain terkait pendidikan adalah pergantian Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Bogor yang saat ini dikepalai oleh Bapak Didi Kurnia yang sebelumnya dikepalai oleh Muhammad Lukman. PR besar yang diwariskan oleh Muhamad Lukman kepada Didi Kurnia adalah Penuntasan Wajib Belajar Pendidikan Dasar 9 tahun dan Birokrasi Pendidikan yang ruwet. Pendidikan luar sekolah yang seharusnya menjadi jalur yang langusng menyentuh masyarakat terkesan hanya menjadi etalase program LPS dan sarana mendapatkan dana Pembinaan dari Pemkab Bogor. PR kedua yang harus segera di cari solusinya adalah Kondisi Sekolah yang memprihatinkan. Hampir 40 % sekolah di Kabupaten dalam kondisi rusak dan rusak berat.

Bentuk kontribusi lain yang diharapkan Media Massa dari Mahasiswa adalah keaktifan mahasiswa dalam menulis. Media bersedia menyediakan Kolom khusus untuk mahasiswa sebagai publikasi dan propaganda isu ke masyarakat.

Saatnya Mahasiswa Bergerak, tidak hanya dengan toa tapi juga dengan tulisan.HIDUP MAHASISWA!!!
Jumlah Penduduk Miskin Kabupaten Bogor
Tertingi di Jawa Barat

Kemiskinan merupakan suatu permasalahan yang dihadapi oleh negara-negara berkembang, termasuk di Indonesia. Kemiskinan menyangkut suatu kondisi kekurangan dari sebuah tuntutan kehidupan yang paling minimum, khususnya dari aspek konsumsi, pendapatan, dan kebutuhan sosial. Jumlah penduduk miskin di Indonesia berfluktuasi dari tahun ke tahun. Fluktuasi tersebut juga terjadi di Jawa Barat. Jumlah penduduk miskin di Jawa Barat relatif menurun dari tahun 2003 hingga 2004, kemudian meningkat kembali hingga tahun 2006. Sementara itu, hasil pendataan program layak perlindungan sosial (PPLS) dari BPS Kabupaten Bogor, jumlah rumah tangga miskin di Kabupaten adalah 257.013 Rumah Tangga (1.105.156 Jiwa) atau 24,68% dari jumlah masyarakat Kabupaten Bogor.Jumlah tersebut merupakan yang paling besar di Jawa Barat. Menurut data BPS (2008), kepadatan penduduk Kabupaten Bogor adalah 1.5942 jiwa per km2. Kepadatan penduduk tersebut berdampak dalam penyediaan infrastruktur serta lapangan pekerjaan yang memadai dan menjadi beban dalam proses pembangunan. Jika berkualitas rendah akan meningkatkan kemiskinan di Kabupaten Bogor.
Sesuai dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) 2008-2013 Kabupaten Bogor, Wilayah Kabupaten Bogor terdiri dari 4 cluster pengembangan (BAPPEDA,2010):
1. Cluster Cibinong Raya (Cibinong, Citeureup, Bojong Gede, Sukaraja, Babakan Madang, Tajur Halang).
2. Cluster Parung (Parung, Gunung Sindur, Ciseeng, Kemang, Rancabungur, Parung Panjang, Tenjo, Rumpin)
3. Cluster Klapanunggal (Cileungsi, Gunung Putri, Klapanunggal, Cariu, Jonggol, Sukamakmur, Tanjungsari)
4. Cluster Ciawi (Ciawi, Cisarua, Megamendung, Cigombong, Cijeruk, Taman sari, Ciomas)
5. Cluster Leuwiliang (Leuwiliang, Dramaga, Ciampea, Cibungbulang, Leuwisadeng, Pamijahan, Tenjolaya, Jasinga, Cigudeg, Nanggung, Sukajaya)

Pembagian cluster ini disesuaikan dengan peran dan fungsi serta program prioritas dari masing2 cluster, diantaranya: pusat pemerintahan, perdagangan dan jasa regional, industri terbatas, industri besar dan manufaktur, agribisnis, permukiman, perdagangan dan jasa, permukiman, industri menengah, industri besar dan manufaktur, pertambangan, dll

Indikator kemiskinan yang digunakan berdasarkan BPS, yaitu luas lantai bangunan tempat tinggal, jenis lantai bangunan tempat tinggal, jenis dinding bangunan tempat tinggal, sumber air minum, penggunaan fasilitas buang air besar, jenis bahan bakar untuk masak sehari-hari, sumber penerangan rumah tangga, kepemilikan aset minimal senilai Rp 500.000, frekuensi makan dalam sehari, pembelian pakaian baru dalam setahun, pembelian daging/ayam/susu dalam seminggu, kemampuan berobat ke puskesmas atau poliklinik, pendidikan tertinggi kepala rumah tangga, dan bidang pekerjaan utama kepala rumah tangga. Menurut BPS, suatu rumah tangga dapat dikatakan miskin jika memenuhi minimal sembilan dari 14 indikator yang ditetapkan.

Penanggulangan kemiskinan hendaknya difokuskan pada wilayah yang memiliki persentase rumah tangga miskin yang tinggi. Di kabupaten Bogor wilayah-wilayah yang memiliki presentase rumah tangga miskin yang tingggi yaitu Kecamatan Nanggung, Sukajaya, Ciseeng, Cijeruk, Tanjung Sari, dan Cariu (Estrellita Lindiasari, 2008). Selain itu, pemerintah perlu melakukan pelatihan-pelatihan keterampilan untuk menambah penghasilan bagi rumah tangga di Kabupaten Bogor. Sebaiknya dilakukan penelitian mengenai karakteristik kemiskinan yang mencakup seluruh kecamatan di Kabupaten Bogor.

Demikianlah tersebut hasil audiensi BEM se Bogor dengan pihak BAPPEDA Kabupaten Bogor terkait permasalahan kemiskinan di Kabupaten Bogor. Audiensi ini dilaksanakan pada hari Kamis 22 April 2010 pukul 10.00 di Ruang Sidang BAPPEDA. Permasalahan kemiskinan adalah permasalahn kita bersama. Besar harapannya kita dapat bersama-sama memantau dan mengontrol kebijakan pemerintah terkait permasalah berikut. BEM se Bogor berkomitmen untuk bersama mewujudkan rakyat Kabupaten Bogor yang sejahtera.

Keterangan lebih lanjut dapat menghubungi:
Hendra Etri Gunawan (Kordinator BEM se Bogor)
085692610262, etrigunawanhendra@gmail.com, bemsebogoraya@gmail.com

Kamis, 15 April 2010

Langkah Awal Pergerakan Mahasiswa Bogor: Simposium “Tantangan Bogor Raya”

Minggu, 28 Maret 2010

Enam puluhan mahasiswa yang tergabung dalam Aliansi BEM Se Bogor (BSB) melakukan Simposium “Tantangan Bogor Raya”. Simposium yang dilaksanakan pada Minggu, 28 Maret 2010 pukul 09.00 – 16.00 WIB di Ruang BS 03-04 Pascasarjana IPB ini diawali dengan pembacaan Ayat Suci Al Qur’an Oleh Zian. Setelah pembacaan ayat suci Al Qur’an kegiatan dilanjutkan dengan sambutan dari koordinator BEM Se Bogor 2009 Eka Badrit Tamam dan Ketua Pelaksana Kegiatan Hendra Etri Gunawan.

Simposium ini terdiri dari tiga sesi yakni sesi 1 : Membagun Gerakan Mahasiswa Bogor yang Inklusif, Progresif, dan Profesional, Sesi 2 : Tantangan Bogor Raya, dan Sesi 3 : Diskusi Pola Pergerakan BEM Se Bogor 2010. Sesi 1 dan sesi 2 berlangsung dari pukul 09.00 WIB hingga 12.15 WIB. Sedangkan sesi 3 berlangsung pukul 13.30 WIB hingga 16.00 WIB.

Kegiatan Sesi 1 menghadirkan 2 orang pembicara yakni Achmad Fadli, SE. (mantan aktivis mahasiswa Bogor dan Suranto wahyu Widodo, SP.(Kordinator BEM SI 2009). Pada sesi 1 ini, pembicara menjelaskan filosofssi gerakan mahasiswa, permasalahan bangsa saat ini, evaluasi gerakan mahasiswa saat ini dan langkah apa yang perlu dilakukan agar eksistensi mahasiswa melalui gerakannya tetap ada.

Kegiatan dilanjutkan dengan sesi 2 yang menghadirkan 3 pembicara yakni Ir. H. Radjab Tampubolon MM (Ketua KADIN Kota Bogor), Ir. M. Azrin, Msi (BAPPEDA Kota Bogor), dan Jenal Abidin (Ketua Cendekia Muda Bogor). Pada sesi 2 ini pembicara menjelaskan tentang UKM/IKM DI TENGAH KRISIS Peluang dan Tantangan, Masalah yang menjadi Prioritas Utama Pemerintah Kota dan kabupaten Bogor, dan Membuat solusi untuk Bogor lebih baik.

Setelah kegiatan sesi 1 dan sesi 2 selesai, kegiatan dilanjutkan dengan istirahat, shalat, dan makan. Mulai pukul 13.15 WIB, kegiatan sesi 3 dimulai dan diawali dengan pemutaran film “Pergerakan Mahasiswa”. Setelah pemutaran Film, kegiatan dilanjutkan dengan serah terima tampuk kepemimpinan dari koordinator BEM Se Bogor periode sebelumnya “Eka Badrit Tamam” ke koordinator BEM Se Bogor yang baru “Hendra Etri Gunawan”. Kemudian, kegiatan dilanjutkan dengan pemaparan Grand Design BEM Se Bogor oleh Koordinator BEM Se Bogor yang baru dan diskusi.

Kegiatan selanjutnya adalah diskusi terkait Platform Pergerakan BEM Se Bogor. Setelah itu, masing-masing kampus berdiskusi untuk merumuskan isu yang akan mereka bawa di BEM Se Bogor. Kegiatan diakhiri dengan pemaparan isu dari masing-masing kampus sebagai landasan untuk membentuk penanggungjawab isu yang akan menjadi prioritas Bem Se Bogor pada periode ini. Get Soul, be A Winner!. Hidup Mahasiswa!


CP :
Elmanora (085710579479)
Hendra Etri Gunawan (085692610262)

Solusi Kemacetan Bogor

Oleh
Tim Kajian Transportasi BEM se Bogor

Bogor- Selasa, April 2010 digelar rapat dengar pendapat antara Pansus Transportasi dengan para Stakholder yang ada di Bogor. BEM Se-Bogor(BSB) adalah salah satunya. Dalam Pembahasan itu, BSB menyampaikan usulan solusi:

Berdasarkan penanggung jawab, kami membagi solusi kedalam dua bagian, yaitu:

1. Pemerintah (Walikota beserta jajarannya)
Dinas Pendidikan
Pemerintah, khususnya Dinas Pendidikan disarankan untuk memasukan Pendidikan Karakter secara eksplisit ke dalam kurikulum pendidikan, dari anak berusia TK hingga perguruan tinggi. Nilai Karakter yang ditanamkan minimal adalah tentang penggunaan jalan raya. Sifatnya tidak terbatas pada pengetahuan (knowing), tapi juga sampai pada tataran acting-melakukan nilai-nilai karakter yang diketahui tersebut. Solusi ini sifatnya jangka panjang dan tidak bisa terburu-buru dalam menikmati hasilnya. Tetapi, kami yakin dari sinilah perbaikan transportasi akan dimulai.

Dinas Sosial
Dinas Sosial dapat bekerja sama dengan KADIN untuk merelokasi PKL (Pedagang Kaki Lima). Secara teknis, kami yakin pemerintah mampu melakukan relokasi ini. Tetapi yang sering menjadi masalah dalam relokasi PKL adalah bagiamana PKL mendapatkan tempat yang layak untuk berjualan (baik secara analisis Ekonomi maupun kepatutan tempat) dan cara pemerintah merelokasi. Kami sangat tidak menyarankan perelokasian menggunakan kekerasan dan paksaan. Kami yakin, PKL akan mau direlokasi jika kita mampu memberi pengertian dengan baik dan menghargai mereka sebagaimana kita mau dihargai. Harapannya setelah PKL berada ditempat yang seharusnya (tidak di bahu jalan) kemacetan dapat terkurangi.

Dinas Tata Ruang
Perbaikan tata ruang secara menyeluruh sangat diharapkan dalam penuntasan kasus Kemacetan di Bogor. Hal ini meliputi sistem pengairan, trotoar, dan pemberian izin pendirian bangunan bagi sentra usaha bisnis dalam hal ini adalah mall. Pemerataan sentra bisnis juga perlu dilakukan sehingga kepadatan bisa dikurangi dan tidak terkonsentrasi pada satu titik.
Pemerintah dengan segala program kerjanya untuk mengatasi kemacetan merupakan salah satu indikasi kebaikan yang perlu dihargai. Salah satu program yang paling penting adalah pemeliharaan fasilitas umum. Kekonsistenan dalam melaksanakan program tersebut sangat perlu dilakukan. Sehingga, kemajuan dan perbaikan transportasi yang dihasilkan dapat terus meningkat, bukan sebaliknya. Selain itu, perlu juga adanya supermasi hukum yang jelas terhadap para pengguna jalan yang melanggar peraturan berlalu lintas. Tidak ada tawar menawar dalam sanksi dan tidak ada pemakluman terhadap kesalahan, siapapun yang melakukannya.

2. Masyarakat (Civil Society)
Jika dalam tataran Organda dan Dinas perhubungan masalah yang selalu mendapat prioritas pembahasan adalah banyaknya angkot yang ada di Kota Bogor, maka kami ingin mengatakan bahwa ada sebagian masyarakat yang berperan aktif dalam menambah volume kendaraan yang ada di jalanan. Bagian masyarakat ini yang tidak bisa dikendalikan oleh pemerintah. Karena walau bagaimanapun pembelian mobil pribadi merupakan Hak Preoregatif setiap orang di Negeri ini. Jika pemerintah tidak mampu mengingatkan, maka kesadaran diri adalah kuncinya. Konsep Penyadaran diri, akan kami bahas di bagian selanjutnya.

Pemilik Usaha
Hal lain yang sering menjadi pemicu kemacetan adalah adanya mobil yang parkir di depan pusat perbelanjaan. Kami tidak menyalahkan pemilik kendaraan, tapi yang patut dipertanyakan adalah apakah pemilik usaha yang ada di sepanjang jalan Kota Bogor itu telah menyediakan sarana parkir yang memadai bagi para pengunjung toko mereka? Jika belum, maka kami sarankan pemerintah untuk mengkaji ulang pemberian izin pendirian usaha. Hal ini mungkin terdengar sulit. Tapi itulah masalah. Tidak akan ada solusi konkrit tanpa kesungguhan.


Mahasiswa
Menilik paradigma mahasiswa yang berbasis pada intelektualitas, kami tidak bermaksud memposisikan mereka sebagai dewa yang tidak pernah salah atau teknisi yang serba bisa tetapi lebih kepada sebagai tenaga penggerak baik secara horizontal ke masyarakat maupun secara vertical kepada pemerintah. Penanganan kansus transportasi, kami melihat perlu penanganan yang menyeluruh. Konsep yang digunakan dalam kasus ini adalah adanya Pemasaran Sosial di tingkat masyarakat. Pemasaran Sosial yang dimaksud bertujuan untuk mengkampanyekan tentang apa yang kita inginkan diketahui masyarakat sehingga melahirkan pemahaman dan tindakan yang nyata untuk menyelesaikan masalah tersebut. Dalam Pemasaran sosial, Sasaran edukasi terbagi dalam tiga segmen:

1. Sasaran primer melingkupi Pedagang Kaki Lima, Para Sopir angkot, Penumpang angkot, dan pengguna jalan lainnya. Sasaran Primer adalah sasaran yang kita ingin diubah perilakunya. Teknis yang kita gunakan untuk melakukan kampanye kepada mereka adalah dengan sosialisasi langsung dan internalisasi nilai.
2. Sasaran Sekunder meliputi Organda, sekolah, dan Perguruan tinggi. Sasaran sekunder adalah sasaran yang akan mendukung sasaran primer melakukan perubahan. Teknis yang dapat dilakukan adalah dengan audiensi dan sosialisasi.
3. Sasaran tersier adalah sasaran yang memberikan pendanaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan program ini. Melingkupi pemerintah (Walikota beserta jajarannya) dan DPRD.


Bagi sahabat sekalian yang memberikan saran dan kritik terkait kasus ini dapat dkirimkan melalui: bemsebogorayaa@gmail.com atau langsung ke Kordinator BEM se Bogor, Hendra E.G (085692610262). Terimakasih

Selasa, 09 Maret 2010

Mahasiswa Tanggap Bencana (MAHAGANA) BEM se Bogor: Semakin Mendekat ke Masyarakat

Kontroversi “tingkah” mahasiswa kembali terjadi. Kejadian ini berawal dari penyerangan oknum polisi yang berakibat dengan adanya bentrokan antara mahasiswa dengan polisi dan masyarakat sekitar. Sampai saat ini ketegangan yang terjadi di Makasar tersebut belum juga reda. Banyak penafsiran yang berkembang, mulai dari adanya dendam pribadi oknum polisi yang melakukan penyerangan, sampai dengan dugaan adanya usaha provokatif dari pihak yang tidak bertanggungjawab guna memperkeruh keadaan.

Terlepas dari kontroversi tersebut, Nampak sudah saatnya lah kita sebagai mahasiswa merenungi dan mengevalusi sejenak konsep pergerakan kita. Mahasiswa sebagai agent of change selayaknya dapat memaknai tujuan dari pergerakannya, yaitu terwujudnya sebuah konsep keadilan atas berlangsungnya pembangunan di Bangsa ini. Keadilan dalam konteks kebijakan atau dalam aplikasi dilapangan. Turunan dari tujuan ini adalah bagaimana mahasiswa dapat menempatkan diri sebagai kontrol sosial atas berlangsungnya pembangunan tersebut. Disini fungsi pengendalian dijalankan dengan tujuan agar setiap hal yang telah direncanakan atau dijanjikan dapat terlaksana sebagaimana mestinya. Gerakan ini yang disebut dengan gerakan vertical, sebuah gerakan sebagai upaya untuk mengontrol segala kebijakan ataupun aplikasi kebijakan para pemimpin yang sedang berkuasa. Kajian, audiensi, propaganda media dan aksi jalanan bagian dari tools yang digunakan untuk mencapai tujuan ini (kontrol social,red)

Pada sisi lain, kita harus pula dapat memaknai bahwa adanya kita adalah sebagai penyambung lidah masyarakat. Kita ada karena jerit tangis rakyat atas ketidakadilan para pejabat. Kita adalah corong masyarakat. Dalam hal ini, kedekatan kita kepada masyarakat menjadi salah satu tolak ukur mendasar atas esensi adanya kita. Inilah gerakan yang kita pahami sebagai gerakan horizontal mahasiswa. Gerakan ini menjadi bagian yang tidak boleh terlupakan. Selain menjadi kaum “langitan”, mahasiswa juga harus dapat membuktikan bahwa adanya mereka dapat memberikan solusi dan kontribusi nyata atas permasalahan yang ada dalam masyarakat. Masyarakat yang notabenenya adalah kaum yang “tidak tau apa-apa”, yang terpikir oleh mereka hanya bagaimana dapat makan dengan harga yang murah, dapat tidur nyenyak dengan rumah sewajarnya, dan sekolah untuk sekedar mencari kerja. Mereka tidak peduli dengan sepak terjang baik buruknya penguasa. Maka hal yang sangat wajar apabila ditengah diktatorisme Presiden Soeharto, masih banyak masyarakat yang mengaguminya, kerena pada masa pemerintahannya masyarakat merasakan segala sesuatunya menjadi sangat murah dan mudah.

Gerakan horizontal dan gerakan vertical bukanlah 2 gerakan yang terpisah. Dua gerakan ini akan sangat mempengaruhi efektifitas dan efisiensi masing-masing. Semakin dekat kita dengan masyarakat, akan semakin mudah masyarakat menerima pencerdasan atas isu atau permasalahan yang kita bawa. Disaat masyarakat sudah dapat “dicerdaskan” dengan baik, tinggallah menunggu waktu akan adanya people power yang akan lebih dahsyat dari kekuatan penguasa manapun.

Berdasarkan atas pemahaman di atas, BEM se Bogor mencoba untuk mengembangkan sayap-sayap sosial yang akan langsung terjun kemasyarakat guna menjadi solusi konkrit atas berbagai permasalahan yang terjadi, salah satunya adalah penanggulangan akibat bencana alam. Belum lama ini, tepatnya tanggal 5 maret 2010 BEM seBogor sepakat membuat sayap sosial yang dinamakan Mahagana (Mahasiswa Tanggap Bencana). Mahagana ini akan bekerja sebagai organ BEM se Bogor yang akan selalu tanggap terhadap bencana alam yang menimpa masyarakat. Bukan sekedar penanggulangan, tapi juga dengan melakukan kegiatan-kegiatan dalam usaha mencegah bencana alam tersebut. Sudah saatnya lah kita dapat membangun sebuah konsep pergerakan berbasis dan bergerak bersama masyarakat.

...Yang kami harapkan adalah terbentuknya Indonesia yang lebih baik dan bermartabat (Idealisme PPSMDS NF)

Hendra Etri Gunawan
Kordinator BEM se-Bogor,
Trainer dan Fasilitator Rumah Peradaban Leadership Learning Center.
CP.085692610262; etrigunawanhendra@yahoo.com
www.geraksatria.wordpress.com; www.bemsebogor.blogspot.com

Sabtu, 06 Maret 2010

Pansus Transportasi: Secercah Harapan guna Menguarai Masalah Kemacetan di Kota Bogor

Selama masa sidang pertama 2010 (Januari-April,red), Badan Musyawarah (Bamus) DPRD Kota Bogor menargetkan akan menyelesaikan minimal 7 perda terkait dengan permasalahan krusial di Kota Bogor. Salah satunya adalah masalah kemacetan yang seringkali menjadi pembicaraan harian masyarakat Kota Bogor dan sekitarnya. Sebelum disetujui oleh Bamus DPRD Kota Bogor, pembentukan pansus ini menimbulkan pro-kontra ditengah masyarakat. Terjadinya pro kontra diakibatkan dari kesalahpahaman tentang tujuan dan ruang lingkup pansus yang awalnya akan diberi nama pansus angkot ini. Masyarakat menilai permasalahan kemacetan di Kota Bogor bukan hanya faktor keberadaan angkot, tapi teradapat faktor-faktor lain yang harus diselesaikan pula. Namun setelah terjadi diskusi-diskusi panjang, akhirnya disetujui bersama pembentukan pansus yang akan diberi nama pansus transportasi ini dan diresmikan pada Sidang Paripurna DPRD tanggal 15 Maret mendatang.

Terlepas dari pro-kontra pembentukannya, pansus transportasi memiliki “PR” yang cukup banyak dalam mengkaji permasalahan kemacetan di Kota Hujan ini. Kemacetan pada prinsipnya terjadi akibat tidak seimbangnya antara jumlah kendaraan yang melintas dengan tersedianya jaringan jalan. Peningkatan jumlah kendaraan tidak sebanding dengan pertumbuhan jaringan jalan yang ada. Kapasitas jalan yang ada pun, tidak dapat sepenuhnya digunakan untuk berkendara, karena ada faktor hambatan samping, yaitu kendaraan yang parkir di pinggir jalan dan beberapa pedagang kaki lima yang juga turut mengambil tempat di jalan. Hal ini membuat ruas jalan semakin sempit bagi kendaraan yang melintas. Selain itu tidak meratanya pusat kegiatan perekonomian di suatu daerah menjadi salah satu penyebab kemacetan. Tenaga kerja dan masyarakat dari berbagai daerah bergerak bersama-sama menuju daerah pusat kegiatan tersebut, sehingga pergerakan transportasi semakin banyak serta menumpuk pada daerah itu dan terjadilah kemacetan.

Ditambah lagi oleh faktor manusia itu sendiri, yaitu para pengguna kendaraan tersebut. Ketidakdisiplinan para pengguna jalan juga menjadi faktor lain yang menyebabkan terjadinya kemacetan di jalan. Sebagai contoh, kendaraan umum, seperti angkot, mikrolet, ataupun bis yang menaikkan dan menurunkan penumpang di sembarang tempat. Tidak hanya dari pihak angkutan umum, tetapi penumpangnya juga kurang sadar dimana sebaiknya tempat menunggu dan menghentikan kendaraan umum. Selain itu mobil dan motor juga tidak disiplin dalam mematuhi rambu-rambu yang berlaku. Seringkali kendaraan diparkir secara sembarangan dan para pengemudi mengendarai kendaraannya dengan kurang sopan.

Sebagai Kota yang ditunjuk sebagai kota percontohan transportasi oleh Departemen Perhubungan, tidak sepatutnyalah permasalahan kemacetan masih bercongkongkol menjadi permasalahan klasik Kota ini. Permasalahan kemacetan telah menimbulkan berbagai kerugian dari pihak masyarakat sebagai pengguna jalan, baik kerugian psikis, ekonomi dan kerugian-kerugian lainnya. Tingkat kemacetan yang tinggi mengakibatkan capek, kesal dan tingginya tingkat stress masyarakat. Hal ini akan mengakibatkan mengakibatkan masalah-masalah lain dalam kehidupan bermasyarakat.

Selain itu masyarakat juga dirugikan secara ekonomi. Sebagai contoh Kemacetan di Jakarta, seperti yang disampaikan oleh Gubernur DKI Jakarta, Fauzi Bowo, kerugian bagi penduduk kota Jakarta sekitar Rp 43 triliun per tahun. Data ini diperoleh dari Edo Rudyanto’s Traffic Motorcycle, Community, and Safety Riding (2007). Nilai ini mencakup kerugian akibat pemborosan bahan bakar, polusi udara yang diakibatkan oleh asap kendaraan bermotor, timbulnya penyakit fisik, psikis, dan penyakit lain seperti infeksi saluran pernapasan akut (ISPA). Hal ini disebabkan para pengendara motor atau sepeda, bahkan pejalan kaki yang menghisap asap baik dari bis, mobil, dan motor. Selain itu kerugian juga mencakup waktu yang terbuang oleh setiap pengendara terhadap kegiatan ekonominya. Banyak waktu yang menjadi tidak produktif akibat kemacetan ini.

Pansus transportasi dapat menjadi secercah harapan atas permasalahan kemacetan di Kota Bogor. Semoga julukan sebagai kota 1001 angkot, sebagai gambaran parahnya kemacetan di Kota Bogor, tidak menjadi panggilan yang tetap untuk kota ini. Besar harapan masyarakat, keberadaan pansus ini dapat memberikan solusi nyata atas permasalahan yang ada. Dan semoga pula, pansus ini dbentuk bukan sebagai ajang mencari siapa yang salah baik perorang atau institusi, tapi lebih kepada bersama-sama berupaya memberikan solusi-solsusi tebaik untuk masyarakat Bogor. Badan Eksekutif Mahasiswa se-Bogor (BEM se Bogor) besama masyarakat siap mengawal perjalanan pansus transportasi ini.

Hendra Etri Gunawan
Kordinator BEM se-Bogor,
Kepala Divisi Training Rumah Peradaban Leadership Learning Center.
CP.085692610262; etrigunawanhendra@yahoo.com.