Powered By Blogger

Sabtu, 06 Maret 2010

Pansus Transportasi: Secercah Harapan guna Menguarai Masalah Kemacetan di Kota Bogor

Selama masa sidang pertama 2010 (Januari-April,red), Badan Musyawarah (Bamus) DPRD Kota Bogor menargetkan akan menyelesaikan minimal 7 perda terkait dengan permasalahan krusial di Kota Bogor. Salah satunya adalah masalah kemacetan yang seringkali menjadi pembicaraan harian masyarakat Kota Bogor dan sekitarnya. Sebelum disetujui oleh Bamus DPRD Kota Bogor, pembentukan pansus ini menimbulkan pro-kontra ditengah masyarakat. Terjadinya pro kontra diakibatkan dari kesalahpahaman tentang tujuan dan ruang lingkup pansus yang awalnya akan diberi nama pansus angkot ini. Masyarakat menilai permasalahan kemacetan di Kota Bogor bukan hanya faktor keberadaan angkot, tapi teradapat faktor-faktor lain yang harus diselesaikan pula. Namun setelah terjadi diskusi-diskusi panjang, akhirnya disetujui bersama pembentukan pansus yang akan diberi nama pansus transportasi ini dan diresmikan pada Sidang Paripurna DPRD tanggal 15 Maret mendatang.

Terlepas dari pro-kontra pembentukannya, pansus transportasi memiliki “PR” yang cukup banyak dalam mengkaji permasalahan kemacetan di Kota Hujan ini. Kemacetan pada prinsipnya terjadi akibat tidak seimbangnya antara jumlah kendaraan yang melintas dengan tersedianya jaringan jalan. Peningkatan jumlah kendaraan tidak sebanding dengan pertumbuhan jaringan jalan yang ada. Kapasitas jalan yang ada pun, tidak dapat sepenuhnya digunakan untuk berkendara, karena ada faktor hambatan samping, yaitu kendaraan yang parkir di pinggir jalan dan beberapa pedagang kaki lima yang juga turut mengambil tempat di jalan. Hal ini membuat ruas jalan semakin sempit bagi kendaraan yang melintas. Selain itu tidak meratanya pusat kegiatan perekonomian di suatu daerah menjadi salah satu penyebab kemacetan. Tenaga kerja dan masyarakat dari berbagai daerah bergerak bersama-sama menuju daerah pusat kegiatan tersebut, sehingga pergerakan transportasi semakin banyak serta menumpuk pada daerah itu dan terjadilah kemacetan.

Ditambah lagi oleh faktor manusia itu sendiri, yaitu para pengguna kendaraan tersebut. Ketidakdisiplinan para pengguna jalan juga menjadi faktor lain yang menyebabkan terjadinya kemacetan di jalan. Sebagai contoh, kendaraan umum, seperti angkot, mikrolet, ataupun bis yang menaikkan dan menurunkan penumpang di sembarang tempat. Tidak hanya dari pihak angkutan umum, tetapi penumpangnya juga kurang sadar dimana sebaiknya tempat menunggu dan menghentikan kendaraan umum. Selain itu mobil dan motor juga tidak disiplin dalam mematuhi rambu-rambu yang berlaku. Seringkali kendaraan diparkir secara sembarangan dan para pengemudi mengendarai kendaraannya dengan kurang sopan.

Sebagai Kota yang ditunjuk sebagai kota percontohan transportasi oleh Departemen Perhubungan, tidak sepatutnyalah permasalahan kemacetan masih bercongkongkol menjadi permasalahan klasik Kota ini. Permasalahan kemacetan telah menimbulkan berbagai kerugian dari pihak masyarakat sebagai pengguna jalan, baik kerugian psikis, ekonomi dan kerugian-kerugian lainnya. Tingkat kemacetan yang tinggi mengakibatkan capek, kesal dan tingginya tingkat stress masyarakat. Hal ini akan mengakibatkan mengakibatkan masalah-masalah lain dalam kehidupan bermasyarakat.

Selain itu masyarakat juga dirugikan secara ekonomi. Sebagai contoh Kemacetan di Jakarta, seperti yang disampaikan oleh Gubernur DKI Jakarta, Fauzi Bowo, kerugian bagi penduduk kota Jakarta sekitar Rp 43 triliun per tahun. Data ini diperoleh dari Edo Rudyanto’s Traffic Motorcycle, Community, and Safety Riding (2007). Nilai ini mencakup kerugian akibat pemborosan bahan bakar, polusi udara yang diakibatkan oleh asap kendaraan bermotor, timbulnya penyakit fisik, psikis, dan penyakit lain seperti infeksi saluran pernapasan akut (ISPA). Hal ini disebabkan para pengendara motor atau sepeda, bahkan pejalan kaki yang menghisap asap baik dari bis, mobil, dan motor. Selain itu kerugian juga mencakup waktu yang terbuang oleh setiap pengendara terhadap kegiatan ekonominya. Banyak waktu yang menjadi tidak produktif akibat kemacetan ini.

Pansus transportasi dapat menjadi secercah harapan atas permasalahan kemacetan di Kota Bogor. Semoga julukan sebagai kota 1001 angkot, sebagai gambaran parahnya kemacetan di Kota Bogor, tidak menjadi panggilan yang tetap untuk kota ini. Besar harapan masyarakat, keberadaan pansus ini dapat memberikan solusi nyata atas permasalahan yang ada. Dan semoga pula, pansus ini dbentuk bukan sebagai ajang mencari siapa yang salah baik perorang atau institusi, tapi lebih kepada bersama-sama berupaya memberikan solusi-solsusi tebaik untuk masyarakat Bogor. Badan Eksekutif Mahasiswa se-Bogor (BEM se Bogor) besama masyarakat siap mengawal perjalanan pansus transportasi ini.

Hendra Etri Gunawan
Kordinator BEM se-Bogor,
Kepala Divisi Training Rumah Peradaban Leadership Learning Center.
CP.085692610262; etrigunawanhendra@yahoo.com.

Tidak ada komentar: