Powered By Blogger

Senin, 08 November 2010

Opini Terkait Aksi Galang Dana BEM se-Bogor 30Sept-4Nov 2010

oleh Ryza Amirethi Sani (Direktur ISPC BEM KM IPB)


UBAH PARADIGMA MANAJEMEN BENCANA KITA!

Saat ini kita kembali melihat Gerakan Solidaritas Rakyat hidup kembali, lewat kotak-kotak amal yang tertulis GALANG DANA MERAPI, GALANG DANA MENTAWAI……Tersirat ‘pesan’ bahwa meski rakyat telah lama menjadi bulan-bulanan dan tertipu bermacam retorika politik, baik dalam format janji-janji muluk maupun dalam corak pencitraan diri, toh dalam masa-masa kritikal, nurani rakyat yang terdalam tidak dapat dilumpuhkan. Itulah milik terakhir rakyat di tengah penderitaan yang belum teratasi sejak proklamasi, kurang dari 65 tahun lalu.


Kita tidak akan mempermasalahkan statement Ketua DPR RI kita terkait bencana Mentawai, “ Kalau tinggal di pulau itu sudah tahu berisiko, pindah sajalah. Namanya kita negara di jalur gempa dan tsunami luar biasa. Kalau tinggal di pulau seperti itu, peringatan satu hari juga tidak bisa apa-apa” (Kompas.com, 27/10). Atau tingkah laku Pejabat tinggi lainnya yang sibuk ke Luar Negeri dan minta Dana Aspirasi di tengah bencana di negeri ini. Akan tetapi, mungkin hanya sekedar mengingatkan adanya Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana. Undang-Undang buatan para Dewan Terhormat, yang menyatakan bahwa pemerintah bertanggung jawab atas pengurangan risiko bencana, melindungi masyarakat dari bencana, menjamin penuh hak masyarakat dan pengungsi yang terkena bencana hingga memulihkan kondisi saat bencana usai.

Sejarah mencatat, proses vulkanik maha dahsyat pada 74.000 tahun silam membentuk Danau Toba di Sumatera Utara. Letusan Gunung Krakatau pada 1883 berkekuatan 13.000 kali lebih dahsyat daripada bom Hiroshima, Jepang, 1945. Gempa berkekuatan 8,9 skala Richter Nanggroe Aceh Darussalam pada 2004 mengakibatkan tsunami dan menewaskan ratusan ribu warga. Secara geografi maupun geologi, posisi Indonesia memang rentan terhadap bencana alam. Natural Disaster Reduction (2007) mencatat, lebih dari separuh gempa bumi di Asia Tenggara terjadi di Indonesia.

Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) pada 2008 mencatat, dari tujuh jenis bencana langganan di Indonesia, sejumlah kabupaten/kota memiliki potensi kerawanan tinggi. Dari 456 kabupaten/kota, 119 kabupaten/kota dengan kerawanan tinggi erosi, 147 kabupaten/kota berkerawanan tinggi banjir, dan 213 kabupaten/kota berkerawanan tinggi gempa. Selanjutnya, 110 kabupaten/kota berkerawanan tinggi gunung api, 149 kabupaten/kota berkerawanan tinggi kekeringan, 154 kabupaten/kota berkerawanan tinggi longsor, dan 83 kabupaten/kota berkerawanan tinggi tsunami.

Oleh karena itu dapat disimpulkan, bencana-bencana di Indonesia sebenarnya adalah peristiwa alam yang pasti akan terjadi. Sehingga manajemen penanganan bencana kita pun seharusnya tidak bersifat ”konvensional”, dimana fokus penanganan bencana kita lebih bersifat bantuan dan kedaruratan ketimbang pengurangan faktor risiko. Mengutip Victor Rembeth dari Yayasan Tanggul Bencana di Indonesia,” seharusnya Indonesia tidak lagi melakukan manajemen bencana yang hanya bertugas pada masa kedaruratan, tetapi harus terintegrasi dalam sistem perencanaan pembangunan nasional dan daerah”. Oleh karena itu, Bencana Mentawai dan Merapi seharusnya menyadarkan kita untuk segera mengubah paradigma. Penanggulangan bencana bukan lagi sebuah tindakan reaktif dan terpisah dari inisiatif pembangunan.

Sebagai bentuk solidaritas rakyat, mahasiswa IPB dalam Aliansi BEM se-Bogor sejak 30 Oktober 2010 sampai 5 November 2010 telah berusaha menggalang dana bantuan. Total dana sekitar 23 juta telah diserahkan secara simbolik kepada Korban Merapi dan Mentawai pada Hari Jum’at 5 November di Apa Kabar Indonesia Pagi TV One. Semoga menginspirasi kita untuk lebih berkontribusi bagi Indonesia yang kita cintai bersama. HIDUP MAHASISWA DAN RAKYAT INDONESIA !!!



Kamis, 04 November 2010

Indonesia Banjir Bencana

“Buktikan, kalau mahasiswa tidak hanya berfungsi sebagai control sosial pemerintah, tetapi dapat menjadi solusi nyata atas permasalahan langsung dimasyarakat. Bergerak galang dana atau terjun langsung menjadi relawan! ” Hendra Etri Gunawan, Kordinator BEM se Bogor.


Jurnal Bogor, 4 November 2010.
Rubrik: Studenta


Bogor - Duka menghampiri Indonesia. Itulah ungkapan yang saat ini kita rasakan. Alam sedang enggan bersahabat dengan Ibu pertiwi. Tercatat, Awal Oktober lalu, banjir bandang menghadang Wasior, Papua Barat. Kemudian, disusul dengan datangnya tsunami di Kepulauan Mentawai, Sumatra Barat. Selang sehari berikutnya di desa Kaliurang, Sleman- Yogyakarta. Gunung Merapi memuntahkan awan panas disertai abu vukanik hingga ratusan korban melayang. Hingga saat ini, gunung yang setia di jaga oleh almarhum Mbah Maridjan ini masih tetap eksis beraktivitas. Gunung yang terletak di perbatasan Yogyakarta dan Jawa Tengah ini merupakan satu dari sepuluh gunung teraktif di dunia. Kepala Data Badan Metereologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), Guswanto mengatakan gerakan endogen magma biasanya dipicu oleh hujan. “Air hujan yang tertampung di kawah Merapi, mengakibatkan tersumbatnya erupsi di kawah. Inilah yang menyebabkan merapi akhirnya harus mengeluarkan sebagian energinya yang disebut dengan letusan Gunung Merapi,” paparnya. Guswanto menambahkan, dampak akibat bencana ini, akan lebih terasa dalam kurun waktu satu tahun kedepan. “Dikhawatirkan bencana kelaparan akan segera melanda kawasan dekat Merapi mengingat banyaknya ternak yang mati, hutan yang kering, dan akan banyak penyakit yang melanda para korban,” terangnya.


Sementara itu, Koordinator BEM se-Bogor, Hendra etri Gunawan memandang berbagai bencana alam yang melanda Indonesia sebagai pengingat. “Evaluasi diri sebagai sebuah bangsa perlu dilakukan karena bisa jadi pelbagai bencana yang melanda sebagai teguran atas kelalaian dan ketidakadilan kita terhadap Tuhan dan ciptaanNya,” ujarnya. Ege, sapaan akrabnya, menghimbau kepada seluruh mahasiswa untuk berdoa dan memberikan aksi nyata dalam membantu para korban bencana alam yang ada di Indonesia. “Buktikan, kalau mahasiswa tidak hanya berfungsi sebagai control sosial pemerintah, tetapi dapat menjadi solusi nyata atas permasalahan langsung dimasyarakat. Bergerak galang dana atau terjun langsung menjadi relawan! ” tandasnya.


= Cipta W | Lismawati M studenta@jurnalbogor.com

Selasa, 02 November 2010

PLATFORM PERGERAKAN BEM se BOGOR

A. Latar Belakang

Dalam suatu gerakan, terutama yang dinaungi oleh sebuah aliansi harus ada acuan sehingga pergerakan yang dilakukan tidak menyimpang dari tujuan dibentuknya aliansi tsb. Oleh karena itu dirasa perlu untuk membuat suatu Platform Gerakan Mahasiswa BEM se Bogor.

B. Tujuan


1. Menyelaraskan gerakan mahasiswa BEM se Bogor.

2. Memaksimalkan kinerja dan kontribusi BEM se Bogor khususnya dalam dunia pergerakan.

3. Mempercepat terwujudnya Bogor Kota dan Kabupaten yang maju dan berkeadilan

C. Landasan

1. PANCASILA

2. Tri Dharma Perguruan Tinggi

3. Kesepakatan-kesepakatan lain yang disepakati bersama kemudian

D.Kebijakan Strategis

1. Gerakan mahasiswa BEM se Bogor merupakan gerakan mahasiswa yang berfikir tajam, moderat, terbuka, mudah diakses dan bermanfaat.

2. Gerakan mahasiswa BEM se Bogor merupakan gerakan sosial yang sedapat mungkin mengakar dalam masyarakat

3. Gerakan mahasiswa BEM se Bogor merupakan gerakan politik nilai bukan gerakan politik praktis

4. Gerakan mahasiswa BEM se Bogor merupakan gerakan intelektual yang mengedepankan akademik, prestasi, intelektualitas, dan moralitas

E. Kebijakan Implementasi

Gerakan mahasiswa BEM se Bogor akan fokus pada isu dan permasalahan Bogor Kota dan Kabupaten, Bangsa dan Negara serta yang secara profesi keilmuan dekat dengan mahasiswa se Bogor Kota dan Kabupaten.

F. Kebijakan Taktis

Gerakan yang mengacu pada isu dinamis terkini yang mengharuskan mahasiswa BEM se Bogor untuk peduli sekaligus mengambil sikap berlandaskan moral dan intelektual mahasiswa.

G. Penutup


Demikian platform ini kami buat, semoga dapat dijadikan acuan sehingga Gerakan mahasiswa BEM se Bogor dapat berjalan dengan baik dan tidak menyimpang.


Bogor, 28 Maret 2010

Kordinator BEM se BOGOR




( )

Mahagana Serahkan Bantuan Bencana

“Kami ingin berbagi dengan para warga di pengungsian. Maka dari itu kami mengadakan acara makan siang bersama, sehingga lebih terasa keakrabannya. Dalam acara makan siang bersama itu, tidak ada perbedaan antara kami, semua menyatu,” kata Ketua BEM se-Bogor Hendra Etri Gunawan kepada Jurnal Bogor, kemarin.

Jurnal Bogor, 16 March 2010
Rubrik: Bogor Barat

Cigudeg - Badan Eksekutif Mahasiswa BEM se-Bogor Minggu (14/3) siang kemarin melaksanakan penyerahan bantuan langsung kepada korban bencana longsor di Kampung Cibugis, Kecamatan Cigudeng, Kabupaten Bogor. Bantuan tersebut langsung diserahkan kepada pengungsi yang langsung diterima oleh kepala desa setempat dan didampingi oleh Kasi Trantib Kecamatan Cigudeg Atep S Sumaryono.
Dalam penyerahan bantuan tersebut, mahasiswa yang tergabung dalam Mahasiswa Tanggap Bencana (Mahagana) dan BEM se-Bogor mengandakan makan siang bersama para pengungsi di tenda pengungsian.

“Kami ingin berbagi dengan para warga di pengungsian. Maka dari itu kami mengadakan acara makan siang bersama, sehingga lebih terasa keakrabannya. Dalam acara makan siang bersama itu, tidak ada perbedaan antara kami, semua menyatu,” kata Ketua BEM se-Bogor Hendra Etri Gunawan kepada Jurnal Bogor, kemarin.

Seusai menyantap makan siang dengan menu yang sederhana itu, mahasiswa berbincang-bincang dengan pengungsi yang diselingi canda dengan gelak tawa. “Kami mengajak masyarakat tidak trauma, karena musibah bisa menimpa siapa saja. Kami juga memberi semangat kepada mereka untuk tetap bertahan walau keadaannya sulit, karena Allah tidak akan memberikan cobaan melebihi kemampuan hamba-Nya,” ungkap Hendra.
Mahasiswa yang tergabung dalam BEM se-Bogor dan Mahagana juga sempat meninjau lokasi longsor di Kampung Cibugis. Di lokasi longsor tersebut, mereka terlihat sangat bersimpati dengan kondisi Kampung Cibugis yang jauh dari akses ke jalan raya. “Wajar saja kalau mereka kesulitan. Karena itu, Pemkab Bogor harus menepati janjinya untuk merelokasi warga dari lokasi ini ke lokasi yang lebih layak,” tegas Hendra.
Hendra berjanji, dalam melaksanakan kegiatannya sekarang akan selalu mendekatkan kepada masyarakat dan bersahabat dalam semua kegiatan. “Kami ingin agar masyarakat tidak hanya menganggap para mahasiswa itu tukang berdemo. Mahasiswa juga bisa berbuat kegiatan sosial demi kemanusiaan,” pungkasnya.

=Muhammad Hafidh

76 Persen Mahasiswa Pertanyakan Kinerja BEM

“Selama ini orang cukup identik dengan BEM pelopor demo, namun jika di publikasikan lebih lanjut BEM berperan aktif di lingkungan masyarakat. Hal itu masuk dalam program mahasiswa tanggap bencana (mahacana),” ucap Hendra E.G. Kordinator BEM se Bogor.

Jurnal Bogor, 1 April 2010
Rubrik: Studenta

Tak heran jika di berbagai media massa kita menyaksikan mahasiswa berdemo mempersoalkan nasib bangsa dan Badang Eksekutif Mahasiswa (BEM) menjadi salah satu pelopor pergerakannya. Namun cukup disayangkan keadaan tersebut dipertanyakan oleh banyak mahasiswa.

Tim Studenta menyebar kuisioner kepada 72 mahasiswa diberbagai perguruan tinggi Bogor. 76 persen mempertanyakan kinerja BEM sebagai aspirator mahasiswa di kampus. Ketika biaya semester yang trus melonjak setiap tahun, sarana dan prasarana kuliah yang belum menunjang hingga dosen ngaret, kepada siapa harus mengadu?

Sebagai kalangan eksekutif mahasiswa, BEM dikenal sebagai salah satu organisasi resmi yang berfungsi sebagai wadah pergerakan dan aspirasi mahasiswa di kampus. Dengan adanya BEM, diharapkan berbagai macam aspirasi yang muncul dari mahasiswa dapat tersampaikan dan terealisasi bukti nyatanya. Namun, apakah selama ini eksistensi BEM di mata mahasiswa sudah menjadi aspirator yang baik dalam mengurusi urusan internal kampus?

Rizki Praba, mahasiswa Institut Pertanian Bogor (IPB) menilai kinerja BEM sebagai wadah aspirator mahasiswa belum terlihat hasilnya. “Saya sendiri gak tau hasil dari apa yang dikerjakan BEM selama ini, mungkin mereka sudah mengerjakan sesuatu tetapi tidak terlihat kerjanya oleh mahasiswa yang lain,” tuturnya. Ia menambahkan, kinerja BEM sampai saat ini masih belum maksimal sebagai pembantu mahasiswa dalam urusan internal kampus. “Jangan ngurusin dunia luar aja dengan ikut-ikutan demo kalau bisa perhatikan juga urusan internal kampus seperti sarana dan prasarana kampus yang kurang baik,” tandasnya.

Sementara itu, Arini, mahasiswi IPB yang lain menganggap kinerja BEM selama ini telah cukup membantu mahasiswa. “Mereka cukup membantu ketika mempublikasikan informasi beasiswa, walaupun saya akui kinerja dari apa yang mereka kerjakan sebagai tempat penyampai aspirasi mahasiswa belum terlihat jelas hasilnya,” ucapnya. Ia pun tidak setuju jika BEM dihapuskan. “Saya sangat tidak setuju kalau BEM ditiadakan. Terus yang jadi aspirator mahasiswa siapa?” tanya perempuan berkacamata ini.

Ketua BEM se-Bogor, Hendra Etri Gunawan menilai kinerja BEM sebagai lembaga aspirator mahasiswa cukup efektif. Berbagai permasalah di kampus di-follow up oleh BEM kemudian diajukan penyelesainnya dengan berdiskusi dengan pihak rektorat. Namun kendalanya adalah selama ini sering terjadi miss communication antara BEM dan mahasiswa yang menyebabkan kinerja BEM dipertanyakan. Menurutnya, BEM merupakan lembaga resmi kampus yang berperan sebagai kontrol sosial. “Sebagai lembaga aspirasi mahasiswa, BEM sangat memperhatikan kepentingan mahasiswa. Misalnya dalam hal kebijakan kampus yang kurang berkenan bagi mahasiswa, BEM melakukan diskusi dengan rektorat untuk mencari jalan tengah dari permasalahan tersebut,” terang Hendra sapaannya.

Sebagai kordinator BEM se-Bogor yang baru, Hendra mengusung program kerja berbasis gerakan vertikal dan gerakan horizontal. Gerakan vertikal mengarah pada aksi dan audiensi, sedangkan gerakan horizontal merupakan bentuk nyata kepedulian BEM terhadap masyarakat.

“Selama ini orang cukup identik dengan BEM pelopor demo, namun jika di publikasikan lebih lanjut BEM berperan aktif di lingkungan masyarakat. Hal itu masuk dalam program mahasiswa tanggap bencana (mahacana),” ucap Hendra.

Kenis | Cipta
redaksi@jurnalbogor.com

Dukung Penolakan BHP !!!!

Menurut Hendra Etri Gunawan, ketua Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) jika BHP berlaku dikampus merupakan pelanggaran terhadap Undang-Undang Dasar (UUD) 1945.

Jurnal Bogor, 8 April 2010
Rubrik: Studenta

Badan Hukum Pendidikan (BHP) yang telah ditolak oleh Mahkamah Konstitusi (MK) ternyata mendapat dukungan dari kebanyakan mahsiswa. Bagaimana tidak, kalau saja BHP diberlakukan di kampus, institusi tersebut akan meraup keuntungan yang sangat besar, sementara mahasiswa malah mendapat beban tanggungan biaya.

Sebuah kenyataan yang ironi. Kondisi ini tidak bisa dibiarkan, semua pihak harus peka dalam menyikapinya. Banyak Indikator yang semestinya kita bangun, mulai dari kemampuan ekonomi hingga output pendidikan yang seharusnya sebanding dengan keluarnya biaya.

Menurut Hendra Etri Gunawan, ketua Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) jika BHP berlaku dikampus merupakan pelanggaran terhadap Undang-Undang Dasar (UUD) 1945. BHP tersebut dikatakan tidak sesuai dengan filosofi dasar pendidikan. Benarkah seperti itu?
Bukankah pendidikan berhak dimiliki oleh semua warga? Jika tidak, mau dibawa kemana bangsa kita karena selalu dipersulit dalam setiap kondisi. Kedepannya bisa saja lembaga pendidikan tidak bekerja sebagaimana fungsinya, tetapi hanya mencari profit semata.

Hendra menyimpulkan seperti kebanyakan mahasiswa lainnya, dirinya amat mendukung penolakan BHP karena takutnya pihak kampus mudak menaikkan biaya pendidikan semau hati.

=Eka Ardhinie

Mahasiswa BEM se Bogor Bertahan di Jakarta

"Sebagian pulang untuk menyusun kekuatan dan menghimpun massa lainnya," kata Hendra.


Rabu, 03 Maret 2010 | 08:49 WIB

TEMPO Interaktif, BOGOR - Ratusan mahasiswa yang tergabung salam BEM se Bogor kembali akan mendatang gedung DPR RI, rabu (3/3).

Koordinator BEM se Bogor, Hendra EG, menjelaskan meskipun sebagian maha siswa sempat pulang ke Bogor, namun sebagian lagi masih bertahan di Jakarta. "Sebagian pulang untuk menyusun kekuatan dan menghimpun massa lainnya," kata Hendra.

Hendra menuturkan pada saat terjadi bentrokan pihaknya memilih mundur dengan rapi sehingga tidak ada yang luka. "Sempat ada insiden kami dilarang mundur oleh elemen yang lain, tapi bisa diatasi dengan damai," katanya.

Seperti hari sebelumnya, mahasiswa akan berangkat dari kampus masing-masing dengan menggunakan KRL. Hal tersebut untuk menghindari penghadangan dari pihak keamanan. "Kami akan bertemu di Departemen Kehutanan, selanjutnya berjalan bersama menuju DPR RI," ungkap Hendra.

Kedatangan mahasiswa ke gedung DPR RI untuk mengawal pansus angket Century, dengan mengusung empat tuntutan yakni, menindak lanjuti kasus Century ke proses hukum, bail out adalah tindakan yang salah, instansi penegak hukum harus berani memeriksa tokoh-tokoh yang terindikasi bersalah serta tokoh-tokoh yang bersalah diminta mengundurkan diri sebagai etika bernegara.


DIKI SUDRAJAT

Ketika Mahasiswa Menuntut “Kebangkitan”

“Indonesia masih berkutat dengan masalah sama, tidak banyak peruabahn yang dilakukan pemerintah. Misalnya dalam ruang lingkup Kota Bogor ini, tak jarang kita menyaksikan pengemis yang berkeliaran pusat keramaian dan kemacetan, dan yang lebih mengenaskan, di kota hujan ini kita dapat menyaksikan si kaya tambah jaya, dan si miskin semakin merana,” ungkap Hendra Etri Gunawan Koordinator BEM (Badan Eksekutif Mahasiswa) se-Bogor kepada Studenta kemarin

Jurnal Bogor, 20 May 2010
Rubrik: Studenta

Bogor - Peringatan Hari Kebangkitan Nasional (Harkitnas) diwarnai beragam aksi oleh mahasiswa. Sebagian mahasiswa menilai Harkitnas hanya perhelatan tahunan yang tidak memeberikan perubahan, namun dipihak lain mahasiswa optimis bahwa peringatan Harkitnas adalah semangat baru menuju kebangkitan. Bangkit dari kemiskinan, kebodohan, keterpurukan dan ketidakadilan.

“Indonesia masih berkutat dengan masalah sama, tidak banyak peruabahn yang dilakukan pemerintah. Misalnya dalam ruang lingkup Kota Bogor ini, tak jarang kita menyaksikan pengemis yang berkeliaran pusat keramaian dan kemacetan, dan yang lebih mengenaskan, di kota hujan ini kita dapat menyaksikan si kaya tambah jaya, dan si miskin semakin merana,” ungkap Hendra Etri Gunawan Koordinator BEM (Badan Eksekutif Mahasiswa) se-Bogor kepada Studenta kemarin. Menurutnya pemerintah seakan lupa bahwa Bogor adalah kota hujan yang subur dengan pertanian, untuk itu mengapa bukan pendidikan pertanian dan pembangunan desa yang ditingkatkan.

Sementara itu, Rizal Purwa Ilmiawan, ketua BEM Diploma IPB mengatakan mahasiswa memiliki peran penting dalam kebangkitan. “Meskipun mahasiswa belum cukup kontribusi untuk menyelesaikan berbagai permasalahan, namun setidaknya mahasiswa mengawal kebijakan dan bergerak horizontal dalam kemasyarakatan melalui pembinaan masyarakat desa,” terangnya.

Pada momentum Harkitnas ini, Rizal pun mempertanyakan kejelasan Undang-Undang Badan Hukum Pendidikan (UU BHP) yang belum jelas institusionalnya. “Negara Indonesia ini masih labih terhadap hokum, meskipun dalam undang-undang sudah dicantumkan bahwa hukum diberlakukan tanpa pandang bulu, namun pada pelaksanaannya masih tetap diragukan,” ujar Rizal. Dirinya menambahkan, permasalahan di Indonsia ini cukup komplit dan beragam, untuk itu mahasiswa sebagai makhluk intelektual dituntut untuk mampu bergerak dengan totalitas tinggi mengisi kemerdekaan dengan kemandirian sesuai dengan kemampuan masing-masing.

The conclusion is Days national’s evocation necessarily gets to impassion our national to build indonesian nation as the better nation. Therefore, college student role will really help deep its implement.

Devi Safitri | Maria Roberta | Diploma IPB | Editor: Kenis S
redaksi@jurnalbogor.com

BEM Se-Bogor Gelar Aksi Damai

Hendra Etri Gunawan, Koodinator BEM se-Bogor menyebutkan bahwa permasalahan di Kota dan Kabupaten Bogor adalah Kemiskinan, Kemacetan dan Pendidikan. Ketiga permasalahan ini dari tahun ketahun tidak terselesaikan, malah semakin parah.

Rabu, 19 Mei 2010

PORTALKRIMINAL - BOGOR: Puluhan mahasiswa menyambut hari Kebangkitan Nasional ke 102 dengan melakukan aksi unjuk rasa di Tugu Kujang Jalan Pajajaran, Kota Bogor, Rabu (19/5/2010) sekitar pukul 14.00 WIB.

Massa berjumlah 30 mahasiswa yang tergabung dalam Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) se-Bogor menggelar aksi damai memperingati hari Kebangkitan Nasional ke 102.

Mahasiswa memulai aksinya dengan berjalan kaki dari Kampus Pascasarjana IPB sebagi tempat perkumpulan massa, lalu berjalan kaki menuju Terminal Baranang Siang, berputar kembali ke Tugu Kujang.

Selain berorasi, mahasiswa juga mengelar teatrikal dan nyanyi-nyayian kebangsaan yang dipelintir menyadi sindiran sebagi bentuk aspirasi. Dalam aksinya mahasiswa juga membawa atribut demostrasi seperti bendera merah putih, umbul-umbul lambang organisasi, satu buah spanduk berukuran 1x2 meter yang bertuliskan Bangkit Bogor dan Indonesiaku.

Ada juga enam buah umbul-umbul dari karton bertuliskan pesan-pesan orasi diantaranya "Kabupeten Bogor jawara termiskin di Jawa Barat, masih perlu dipertahankan" ada juga yang bertuliskan "Kebangkitan Pertanian, Kebangkitan Indonesia Tugas Tangungjawab bersama" dan "Kota Bogor kota sejuta angkot".

"Aksi ini digelar dalam rangka memperingati hari Kebangkitan Nasional ke 102 yang jatuh besok (Kamis-red). Kami ingin menyuarakan apa yang kami rasakan, bahwa pada hari kebangkitan nasional Indonesia masih belum keluar dari permasalahan nasional seperti ekonomi dan pendidikan, disini kami ingin mengkritisi pemerintah yang terkesan lambat menindaklajuti permasalahan nasional," kata Hendra Etri dalam orasinya.

Dalam pernyataan sikapnya beberapa point yang menjadi kritikan mahasiswa diantaranya adalah kemiskinan, kemacetan dan pendidikan. Hendra Etri Gunawan, Koodinator BEM se-Bogor menyebutkan bahwa permasalahan di Kota dan Kabupaten Bogor adalah Kemiskinan, Kemacetan dan Pendidikan. Ketiga permasalahan ini dari tahun ketahun tidak terselesaikan, malah semakin parah.

"Kabupaten Bogor menjadi kabupaten termiskin no satu se Jawa Barat. Kemiskinan berdampak pada tingkat pendidikan karena saling bersinggungan," katanya.

Permasalahan lain yang dihadapi adalah kemacetan kota Bogor yang sebabkan sarana transportasi di Bogor tikda dikelola secara baik.
"Jumlah angkot yang semakin banyak, ditambah buruknya sistem menyebabkan permasalahan kemacetan di Bogor tidak terselesaikan. Kami mempertanyakan kinerja Pansus Transportasi," paparnya.

Pada hari peringatan Kebangkitan Nasional, mahasiswa mecoba menyuarakan hal kepada masyarakat dan pemerintah, agar pemerintah menyadari dan mencarikan solusi. "Kami mahasiswa tidak hanya berorasi, tapi kami siap membantu pemerintah," kata Hendra.

Hendra menyebutkan, di hari Kebangkitan Nasional, belum ada perubahan apapun yang dicapai oleh bangsa Indonesia. Aksi BEM se-Bogor diikuti oleh enam perguruan tinggi yang ada di Bogor diantaranya IPB, IPB Diploma, STIE Pandu Madanil, STIE Tazkiah, Politeknik Kent dan STKIP Muhammadiyah Luewiliang.

Rencananya besok Kamis pagi mahasiswa akan menggelar aksi secara nasional di Jakarta, aksi itu mengusung tema "Ultimatum Revormasi"
"Rencana yang akan ikut sekitar 100 mahasiswa dari 16 Perguran Tinggi dari Bogor yang akan bergabung ke Jakarta, kita akan berangkat pagi rencana awal menggunakan bis," ujarnya.

Aksi mahasiswa berlangsung kurang lebih 30 menit, selain berorasi, mereka menggelar teatrikal menggunakan tiga buah mobil main-mainan hasil karya mahasiswa terbuat dari karton.

Mobil-mobil itu didorong dengan kayu mengelilingi kumpulan mahasiswa yang berorasi, didepan para mahasiswa yang berorasi, terdapat botol-botol minuman bekas yang dibentuk seperti mobil-mobilan, mobil-mobilan diletakkan sembarangan didepan mareka sebagai simbol kemacetan dan keruwetan transportasi di Bogor.

Aksi mendapat perhatian dari pengguna jalan, arus kendaraan sedikit tersendat namun puluhan petugas kepolisian dan pamong praja telah mengatur arus agar tidak terjadi kemacetan panjang. (dio)

91% Nyatakan Belum Merdeka

Koordinator Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) se-Bogor, Hendra Etri Gunawan, mengatakan bahwa Indonesia masih dalam proses menuju merdeka dan hanya terbebas dari penjajahan konvensional.

Jurnal Bogor, 19 August 2010
Rubrik: Studenta

Mahasiswa Bicara Merdeka

Bogor - Kemerdekaan Indonesia yang telah mencapai usia ke-65 tahun, nyatanya belum benar dirasakan sepenuhnya oleh Warga Negara Indonesia. Negeri ini masih belum terbebas dari keterpurukan seperti kesejahteraan rakyat tergolong rendah dan kualitas pendidikan cukup memprihatinkan. Dari 100 angket yang dibagikan tim studenta kepada mahasiswa, 91% menyatakan Indonesia belum merdeka seutuhnya. 52% menganggap sektor pendidikan belum mendapat perhatian penuh dan 48% lainnya menuntut kesejahteraan merata bagi rakyat Indonesia.

Koordinator Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) se-Bogor, Hendra Etri Gunawan, mengatakan bahwa Indonesia masih dalam proses menuju merdeka dan hanya terbebas dari penjajahan konvensional. “Seharusnya dana subsidi silang untuk pendidikan yang selama ini dijanjikan harus disertai dengan motivasi dan sosialisasi kepada keluarga tidak mampu, serta kesenjangan sosial yang terjadi juga harus diminimalisasi,” tuturnya.

Senada dengan Hendra, Presiden Mahasiswa Institut Pertanian Bogor (Presma IPB), Achmad Firman Wahyudi menegaskan bahwa Indonesia memang belum benar-benar merdeka. Menurutnya, masih banyak kasus negeri yang belum terselesaikan bahkan terabaikan begitu saja. “Merdeka itu kita bisa mengecap kata bebas, kesejahteraan dan kemakmuran merata dan dapat mengangkat harkat dan martabat negara di mata Internasional. Selain itu, kebutuhan standar mereka pun harus terpenuhi,” ujar mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Manajemen ini.

Menanggapi hal tersebut, Rektor Universitas Pakuan, Dr. Bibin Rubini, M.Pd mengungkapkan bahwa Indonesia secara yuridis memang sudah merdeka tetapi secara fisik belum karena belum mewujudkan kesejahteraan, mencerdaskan kehidupan bangsa dan melindungi segenap bangsa seperti tujuannya yang tertuang di UUD 1945. “Mahasiswa sah-sah saja berpendapat seperti itu, karena Indonesia memang belum benar-benar merdeka secara lahiriah, masih telampau jauh untuk mencapai tujuannya, bukti nyatanya masih banyak yang miskin, ” paparnya.

Bibin menambahkan, mahasiswa jangan hanya menuntut kesejahteraan kepada pemerintah tapi juga harus berusaha meningkatkan perekonomian negara melalui keahlian wirausaha yang dimiliki. “Jangan hanya menuntut, tapi harus ikut membuktikan. Tingkatkan perekonomian negara dengan inovasi-inovasi baru,” pungkasnya kepada Studenta Jurnal Bogor.

= Devi Safitri | Maria Roberta Sianipar
studenta@jurnalbogor.com

1.105.156 Warga Bogor Hidup Dibawah Garis Kemiskinan

Sebanyak 24,68 persen atau 267.013 rumah tangga atau lebih kurang 1.105.156 jiwa masyarakat di Kabupaten Bogor hidup di bawah garis kemiskinan, kata Menteri Kebijakan Daerah Badan Eksekutif Mahasiswa Institut Pertanian Bogor Hendra Etri Gunawan.

Kamis, 20 Mei 2010, 08:15 WIB

Sebanyak 24,68 persen atau 267.013 rumah tangga atau lebih kurang 1.105.156 jiwa masyarakat di Kabupaten Bogor hidup di bawah garis kemiskinan, kata Menteri Kebijakan Daerah Badan Eksekutif Mahasiswa Institut Pertanian Bogor Hendra Etri Gunawan.

'Berdasarkan Pendataan Program Layak Perlindungan Sosial (PPLS) dari Badan Pusat Statistik Kabupaten Bogor sebanyak 24,68 persen masyarakat Bogor hidup miskin,' katanya di Bogor, Rabu (19/5/2010).

Hendra yang juga mahasiswa semester enam Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor (IPB) itu mengatakan, jumlah tersebut merupakan yang paling besar di antara kabupaten lain di Jawa Barat.

Ia menjelaskan, dari data BPS 2008, kepadatan penduduk Kabupaten Bogor adalah 1.5942 jiwa per kilo meter persegi.

Kepadatan penduduk tersebut, katanya, berdampak dalam penyediaan infrastuktur serta lapangan pekerjaan yang memadai dan menjadi beban dalam proses pembangunan.

'Jika berkualitas rendah akan meningkatkan kemiskinan di Kabupaten Bogor,' katanya.

Ia mengatakan, kemiskinan berdampak pada rendahnya kualitas pendidikan. Rendahnya pendidikan dikarenakan rendahnya indeks pembangunan manusia (IPM).

Rata-rata partisipasi pendidikan di Bogor adalah 7,2 tahun. Artinya, rata-rata warga Bogor hanya bisa bersekolah sampai kelas dua sekolah menengah pertama (SMP).

Menurut dia, penyebab rendahnya kualitas pendidikan karena keadaan infrastruktur pendidikan Kabupaten Bogor yang belum memadai.

'Kerusakan bangunan sekolah menjadi salah satu indikatornya. Banyak sekolah yang dibangun pada tahun 1970-an (masa Inpres) yang belum direnovasi hingga saat ini. Hal ini tentu saja berpengaruh luas terhadap kualitas sumberdaya manusia di Kabupaten Bogor,' katanya.(Afz/At/Jom)

Macet, BEM Se-Bogor Sindir Pemkot

“Kemacetan seringkali dianggap sepele, padahal mengakibatkan kerugian. Ironisnya Kota Bogor menjadi kota percontohan transportasi oleh Departemen Perhubungan, jadi tidak sepatutnya kemacetan menjadi masalah klasik dikota ini,” ujar Koordinator BEM Se-Bogor, Hendra E.G.


Jurnal Bogor, 20 May 2010
Rubrik: BOGOR CENTRUM

Bogor - Puluhan massa dari Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Se-Bogor melakukan aksi unjuk rasa di depan Tugu Kujang, Rabu (19/5). Aksi yang sempat menyebabkan arus lalulintas di sekitar Tugu Kujang tersendat itu berlangsung selama satu jam.
Dalam aksinya, pendemo menuntut kebijakan Pemerintah Kota Bogor agar serius menanggapi masalah kemacetan, pendidikan dan kemiskinan. “Kemacetan seringkali dianggap sepele, padahal mengakibatkan kerugian. Ironisnya Kota Bogor menjadi kota percontohan transportasi oleh Departemen Perhubungan, jadi tidak sepatutnya kemacetan menjadi masalah klasik dikota ini,” ujar Koordinator BEM Se-Bogor, Hendra.
Dia menambahkan, Pemerintah Kota dan Kabupaten Bogor, mahasiswa serta masyarakat, secara bersama-sama mencari solusi dari tiga permasalahan yang menjadi sorotan kota saat ini.

Meski aksi unjuk rasa tersebut tidak diwarnai dengan aksi anarkis, namun sedikitnya 40 personil aparat Kepolisian dari Polresta Bogor mengawal aksi tersebut.

=Bimo Tegar

Senin, 01 November 2010

Tiga Lokasi Demonstrasi di Kota Bogor

"Pemerintahan SBY telah gagal," kata Ketua BEM se- Bogor, Hendra Etri Gunawan.


Rabu, 20 Oktober 2010 | 11:56 WIB

TEMPO Interaktif, Bogor - - Tiga titik lokasi di pusat Kota Bogor menjadi sasaran demonstrasi mahasiswa terkait satu tahun pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.

Mahasiswa dari BEM se-Bogor, Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI), Himpunan Mahasiswa Indonesia (HMI), dan kelompok Cipayung bergerak menggunakan kendaraan roda empat, roda dua, serta berjalan kaki menuju Tugu Kujang di Jalan Pajajaran, Istana Bogor (Jalan Ir. H. Djuanda), serta kantor DPRD Kota Bogor (Jalan Kapten Muslihat).

Dengan membawa bendera kelompok masing masing, mereka meneriakkan tuduhan bahwa Yudhoyono dan Boediono antek-antek kapitalis dan imperialis. Enam tuntutan dilontarkan oleh mahasiswa, seperti mengembalikan kedaulatan bangsa, memberantas mafia hukum, meningkatkan kesejahteraan rakyat, menghentikan politisasi isu terorisme, menolak pembubaran Ahmadiah, serta memperbaiki sistem pendidikan nasional. "Pemerintahan SBY telah gagal," kata Ketua BEM se- Bogor, Hendra Etri Gunawan.

Mahasiswa Demo "20.10.10" di Depan Istana Bogor

Koordinator BEM se- Bogor Hendra Etri Gunawan mengatakan, memperingati satu tahun SBY dan Boediono pihaknya menuntut SBY dan Boediono untuk mewujudkan ketahanan pangan dalam hal ketersediaan, konsumsi dan distribusi dalam rangka mensejahterakan rakyat Indonesia.


Rabu, 20/10/2010 - 19:10

BOGOR, (PRLM).- Ratusan mahasiswa yang tergabung dalam Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Ibnu Khaldun (UIKA), Institut Pertanian Bogor, dan Universitas Pakuan (Unpak) Kota Bogor, melakukan aksi unjuk rasa di depan istana Bogor, Rabu (20/10). Dalam aksinya tersebut, selain membawa berbagai poster, juga membakar ban di tengan jalan. Akibatnya, jalan raya di sekitar Istana Bogor macet.

Dalam aksi tersebut sempat terjadi ketengan petugas dari kepolisian dari Polres Kota Bogor dengan mahasiswa ketika memadamkan api dari ban. Mahasiswa marah ban yang dibakar itu langsung dipadamkan oleh petugas. Sementara, Istana Bogor dipagar betis oleh ratusan anggota Polres Kota Bogor untuk menghadang ratusan mahasiswa yang hendak masuk ke dalam.

Koordinator BEM se- Bogor Hendra Etri Gunawan mengatakan, memperingati satu tahun SBY dan Boediono pihaknya menuntut SBY dan Boediono untuk mewujudkan ketahanan pangan dalam hal ketersediaan, konsumsi dan distribusi dalam rangka mensejahterakan rakyat Indonesia.

Selain itu, mendesak pembangunan ekonomi yang berkualitas dengan berasakan keadilan dan pemerataan,"Kami juga mendesak penyelesaian hukum kasus century, kriminalitas KPK, rekening gendut kepolisian serta pelanggaran HAM," ujarnya.

Hendra mengatakan, pihaknya menuntut pemerintah untuk melakukan transparansi dan perbaikan dalam pengelolaan energi nasional. "Jika tidak ada yang menemuinya, kami akan masuk kedalam istana Bogor,"tegasnya

Sementara, di depan kampus Universitas Islam Ibnu Khaldun (UIKA) jalan Soleh Iskandar, mahasiswa dalam aksinya sempat menghadang sejumlah kendaraan berpelat nomor merah, sehingga aksi tersebut mengakibatkan terjadinya keributan dan kemacetan di jalan. Malahn, dilakukan penghadangan terhadap mobil tangki gas elpiji yang kebetulan lewat.

Menurut seorang pengunjungrasa David, aksi yang mereka lakukan sebagai bentuk kekecewaan terhadap pemerintahan saat ini yang tidak terbukti bisa mensejahterakan rakyat sebagaimana dijanjikan dulu. “Kami mahasiswa pemerintahan sekarang tidak berhasil mensejahterakan masyarakat. Bahkan timbul berbagai persoalan yang tidak terselesakan,” katanya.

Aksi penghadangankendaraan tersebut berakhir setelah mahasiswa yang demo di depan UIKA berjalan kaki ke istana Bogor bergabung dengan pengunjukrasa lain. (A-134/das)***

Tuntutan Kebangkitan Mahasiswa Bogor

Rekam Jejak BEM se Bogor Maret-Juni 2010

Sumpah yang Terlupakan?

“Pemuda Indonesia tidak boleh melupakan sejarahnya. Apalagi semangat juang pemuda Indonesia dulu. Salah satu caranya dapat dilihat juga dari nilai akademis yang baik,” ujar Hendra Etri Gunawan, Kordinator BEM se Bogor

Jurnal Bogor, 28 October 2010
Rubrik: Studenta

Bogor - Momentum Hari Sumpah Pemuda yang diikrarkan 28 Oktober 1928 silam, nyatanya sudah mulai dilupakan pemuda masa kini. Dari hasil pantauan Studenta Jurnal Bogor kepada 100 mahasiswa yang menyatakan dirinya sebagai pemuda Indonesia, 66 % diantaranya tidak hafal teks sumpah pemuda. Jika isi dari tiga janji pemuda saja sudah dilupakan, bagaimana dengan makna sumpah pemuda?

Fauziah adalah satu dari sekian banyak mahasiswa yang tidak hafal sepenuhnya teks sumpah pemuda.”Sorry, saya nggak hafal semua teksnya. Namun, kalau boleh jujur, teks ini memang tidak terlalu banyak di gaungkan dibeberapa kegiatan penting sekalipun. Saya juga yakin bukan saya saja yang kurang hafal,” tuturnya dengan malu.

Menanggapi fenomena yang mengkhawatirkan ini, Kepala Dinas Pemuda dan Olahraga (Dispora) Kabupaten Bogor, Dadang Irfan, angkat suara. Menurutnya, semangat persatuan para pemuda dulu harus diikuti pemuda masa kini. “Miris memang, tapi inilah potret pemuda masa kini. Banyak pemuda Indonesia yang predikatnya sebagai manusia intelektual justru menjadi bagian dari tindakan kerusuhan, kerusakan, dan keanarkisan. Padahal ini jelas-jelas tidak diajarkan dalam teks sumpah pemuda,” paparnya.

Senada dengan Dadang, Wakil Ketua Sosial Budaya Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) Kota Bogor, M. Pribadi, mengatakan, bukan hanya teks sumpah pemudanya saja yang sudah dilupakan, aplikasinya pun telah diabaikan oleh pemuda Indonesia,. “Muda-mudi Indonesia masa kini seharusnya menanamkan rasa nasionalisme, persatuan dan nilai kebangsaan, jangan pudar seperti sekarang.” tuturnya.

Di tempat lain, Koordinator Badan Eksekutif Mahasiswa se-Bogor, Hendra Etri Gunawan, mahasiswa yang menjadi generasi pemuda selanjutnya harus semakin strategis dalam memaknai keberadaannya. “Pemuda Indonesia tidak boleh melupakan sejarahnya. Apalagi semangat juang pemuda Indonesia dulu. Salah satu caranya dapat dilihat juga dari nilai akademis yang baik,” ujar Hendra.

Renungan Hari Pendidikan di Bogor

Metrotvnews.com, Bogor: Ratusan mahasiswa yang tergabung dalam Aliansi Badan Eksekutif Mahasiswa Bogor, Jawa Barat, menggelar renungan malam memperingati Hari Pendidikan Nasional, Sabtu (1/5) malam. Mereka membawa lilin sambil bernyanyi di Simpang Tugu Kujang.

Tak hanya menyanyikan lagu kebangsaan, sebagian mahasiswa juga berorasi tentang kualitas pendidikan di Indonesia yang menurun. Mereka pun menyoroti kondisi infrastruktur pendidikan yang memprihatinkan.

Mahasiswa menuntut pemerataan pendidikan. Menjadikan pendidikan sebagai proioritas dan memberantas mafia pendidikan. Aksi mahasiswa sempat memacetkan jalan di Simpang Tugu Kujang.(ICH)

Peringati Hari Kebangkitan Nasional Mahasiswa Demo

“Kabupeten Bogor jawara termiskin di Jawa Barat, masih perlu dipertahankan” ada juga yang bertuliskan “Kebangkitan Pertanian, Kebangkitan Indonesia Tugas Tangungjawab bersama” dan “Kota Bogor kota sejuta angkot”


BOGOR (Pos Kota) - Puluhan mahasiswa menyambut Hari Kebangkitan Nasional ke 102 dengan melakukan unjuk rasa di Tugu Kujang Jalan Pajajaran Kota Bogor Rabu (19/5) sekitar pukul 14.00 WIB.

Sebanyak 30 anggota Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) se-Bogor memulai aksinya dengan berjalan kaki dari Kampus Pascasarjana IPB sebagi tempat perkumpulan massa, lalu berjalan kaki menuju Terminal Baranang Siang, berputar kembali ke Tugu Kujang.

Selain berorasi, mahasiswa juga mengelar teatrikal dan nyanyi-nyayian kebangsaan yang dipelintir menyadi sindiran sebagi bentuk aspirasi.Ada juga enam umbul-umbul dari karton bertuliskan pesan-pesan orasi diantaranya “Kabupeten Bogor jawara termiskin di Jawa Barat, masih perlu dipertahankan” ada juga yang bertuliskan “Kebangkitan Pertanian, Kebangkitan Indonesia Tugas Tangungjawab bersama” dan “Kota Bogor kota sejuta angkot”.(yopi/B)

Mahasiswa Renungan Malam di Tugu Kujang

Lebih dari 100 mahasiswa yang tergabung dalam Aliansi Badan Eksekutif Mahasiswa atau BEM se-Bogor menggelar acara renungan malam di Simpang Tugu Kujang, Bogor, Jawa Barat, Sabtu (1/5) malam. Aksi ini untuk menyambut Hari Pendidikan Nasional yang jatuh pada 2 Mei. Sambil menyalakan lilin, para mahasiswa juga menyanyikan lagu-lagu kebangsaan.

Menurut mahasiswa, pendidikan di Indonesia kualitasnya semakin menurun. Terlebih, kondisi infrastruktur soal pendidikan juga kian kurang memadai. Karena itu, mereka menuntut pemerintah menciptakan pemerataan pendidikan, menjadikan pendidikan sebagai prioritas, dan memberantas mafia pendidikan yang selama ini sering menghambat proses pendidikan yang matang.

Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas) diperingati setiap tanggal 2 Mei. Penetapan 2 Mei sebagai Hardiknas didasarkan pada hari kelahiran Ki Hajar Dewantara. Nama aslinya Raden Mas Soewardi Soeryaningrat (1889-1959). Dari sejarah singkat di atas diketahui bahwa Ki Hajar Dewantara adalah seorang pejuang, politikus, penulis, filsuf dan pendidik. Dengan demikian makna peringatan Hardiknas adalah “mengenang kembali sejarah perjuangan Ki Hajar Dewantara, menyerap sikap dan perilakunya dalam berjuang, mengaplikasikannya dalam kehidupan berbangsa dan bernegara sesuai dengan tugas dan fungsi kita masing-masing”.

KF/v/liputan6

Mahasiswa Malam Renungan di Tugu Kujang

Liputan6.com, Bogor: Lebih dari 100 mahasiswa yang tergabung dalam Aliansi Badan Eksekutif Mahasiswa atau BEM se-Bogor menggelar acara renungan malam di Simpang Tugu Kujang, Bogor, Jawa Barat, Senin (1/5) malam. Aksi ini untuk menyambut Hari Pendidikan Nasional yang jatuh pada 2 Mei. Sambil menyalakan lilin, para mahasiswa juga menyanyikan lagu-lagu kebangsaan.

Menurut mahasiswa, pendidikan di Indonesia kualitasnya semakin menurun. Terlebih, kondisi infrastruktur soal pendidikan juga kian kurang memadai. Karena itu, mereka menuntut pemerintah menciptakan pemerataan pendidikan, menjadikan pendidikan sebagai prioritas, dan memberantas mafia pendidikan yang selama ini sering menghambat proses pendidikan yang matang.

Aksi mahasiswa ini menjadi perhatian para pengendara hingga menimbulkan kemacetan panjang.(BOG)

Renungan Malam Sambut Pendidikan Nasional

“Kegiatan kami malam ini bukan sebuah aksi, tapi merupakan renungan untuk merefleksikan pendidikan yang ada di Indonesia,” Hendra Etri Gunawan, Kordinator BEM se Bogor.

Jurnal Bogor.
Lebih dari seratus mahasiswa dari Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) se- Bogor, Sabtu (1/5) tadi malam, menunduk sejenak dalam renungan menjelang hari pendidikan nasional (Hardiknas), Minggu (2/5) hari ini. Mereka satu suara dalam nyanyian bertemakan pendidikan, sambil menggenggam lilin.

Hendra Etri Gunawan Koordinator BEM se-Bogor menolak bila renungan tersebut dikatakan sebagai sebuah aksi.
“Kegiatan kami malam ini bukan sebuah aksi, tapi merupakan renungan untuk merefleksikan pendidikan yang ada di Indonesia,” katanya kepada Jurnal Bogor, sebelum memimpin orasi.

Kegiatan dimulai dengan berjalan kaki dari Masjid Raya pada pukul 19.30 WIB, kemudian renungan dipusatkan di Tugu Kujang hingga pukul 21.00 WIB. Dalam renungan tersebut, BEM se-Bogor ingin membangkitkan kembali semangat memperjuangkan pendidikan pada diri mahasiswa.

Sementara itu, Presiden Mahasiswa (Presma) Universitas Djuanda (Unida) M. Nur Husna mengatakan, selain menggelar berbagai aksi, renungan dan mediasi, BEM se-Bogor pun berusaha meningkatkan taraf pendidikan dengan tindakan nyata. Tujuan utamanya untuk mengubah paradigma masyarakat mengenai pendidikan.

“Ada dua bentuk perjuangan kami di bidang pendidikan, yakni cara vertikal diantaranya soal advokasi ke pemerintah, baik daerah maupun pusat serta horizontal melalui pengabdian kami kepada masyarakat untuk meningkatkan taraf pendidikan dengan program Bogor Cerdas,” tandas Husna.

BEM se Bogor Gelar Malam Renungan Pendidikan

Koordinator aksi Hendra Etri Gunawan mengatakan, menjadikan UN sebagai indikator kelulusan bukan langkah yang tepat karena kondisi sarana pendidikan belum mencukupi.

Bogor, 1/5 (Antara/FINROLL News) - Puluhan mahasiswa yang tergabung dalam Badan Eksekutif Mahasiswa se-Bogor, Sabtu malam menggelar aksi damai malam berupa renungan hari pendidikan nasional.

Dalam aksi di Tugu Kujang itu, puluhan mahasisma dari Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) itu menggelar nyanyi bersama. Masing-masing mahasiswa membawa lilin, sehingga menambah khidmat malam renungan itu.

Mahasiswa juga berorasi, meminta pemerintah untuk meninjau ulang pelaksanaa ujian nasional UN).

Koordinator aksi Hendra Etri Gunawan mengatakan, menjadikan UN sebagai indikator kelulusan bukan langkah yang tepat karena kondisi sarana pendidikan belum mencukupi

"Apalagi jumlah guru di indonesia masih kurang, belum lagi sarana pendidikan di Bogor, di mana sekurangnya 247 bangunan SD dalam kondisi rusak berat. Bagaimana siswa bisa mencapai standar kelulusan jika fasilitas yang ada masih jauh dari standar. Jadi UN tidak bisa dijadikan standar utama kelulusan," katanya.

Selain melakukan orasi dan bernyanyi, mahasiswa juga menggelar penggalangan dana di jalan. Dana yang terkumpul nantinya, kata Hendra, akan disumbangkan untuk pembangunan perpustakaan.

Aksi mahasiswa menyebabkan ruas di Jalan Padjajaran macet. Kemacetan terjadi dari arah rumah dinas wali kota.