Powered By Blogger

Senin, 25 Juli 2011

Miskinnya Kabupaten Bogor : Siapa Peduli?


Kemiskinan merupakan potret buram dari realitas sosial yang sampai saat ini masih membelenggu ruang gerak kemajuan rakyat untuk hidup “merdeka”. Memahami alur kemiskinan, ternyata persoalannya sangat kompleks dan rumit. Ibarat lingkaran setan, kemiskinan membuat semua pihak bias dalam menentukan formula prioritas yang perlu dilakukan. Persis seperti menentukan mana yang lebih dahulu, antara telur atau ayam. Miskin adalah kondisi kehidupan seseorang atau rumah tangga yang serba kekurangan sehingga tidak mampu memenuhi kebutuhan hidup minimal yang layak bagi kehidupannya, seperti konsumsi, kesehatan, pendidikan dasar, ketenagakerjaan, perumahan, sanitasi dan air bersih. Sesungguhnya kemiskinan merupakan situasi masalah yang sudah menjadi fakta di masyarakat. Akan tetapi menjadi kontraproduktif ketika penyelesaian kemikinan masih menggunakan pendekatan-pendekatan pragmatis untuk membuat angka-angka statistik lebih baik. Padahal, kemiskinan bukan semata persoalan angka an sich, tetapilebih kepada bagaimana angka mencerminkan kondisi sesungguhnya di lapangan.
Hasil pendataan Program Layak Perlindungan Sosial (PLPS) dari BPS Kabupaten Bogor yang dijadikan rujukan dalam penyusunan RPKD 2011 menunjukkan bahwa jumlah penduduk miskin di Kabupaten Bogor mencapai 1.105.156 jiwa dari sekitar 4.477.246 jumlah penduduk Kabupaten Bogor atau sekitar 24,68%. Persentase ini menjadikan Kabupaten Bogor menjadi “jawara” kemiskinan di Provinsi Jawa Barat. Data ini diperoleh berdasarkan indikator dari BPS terkait warga miskin yang meliputi luas lantai kuarang dari 8m2 per orang, jenis lantai bangunan dari tanah bambu atau kayu, Jenis dinding tempat tinggal terbuat dari bambu atau tanpa di plester, tidak memiliki fasilitas sanitasi, sumber penerangan bukan listrik,, sumber air dari sumur atau mata air tak terlindungi, bahan bakar dari kayu atau minyak tanah,hanya menkonsumsi protein sekali dalam seminggu,tidak sanggup berobat, sumber pendapatan dibawah 600.000 per bulan, pendidikan tertinggi kepala rumah tangga adalah tamat SD, tidak memiliki tabungan atau barang yang mudah dijual dengan nilai 500.000 rupiah.
Di samping itu, rumah tangga miskin (RTM) kabupaten Bogor masih relatif tinggi dimana angkanya hampir mencapai 257.013 RT. Angka pengangguran terbuka sekitar 231.561 orang dengan persentase total pengangguran angkatan kerja (TPAK) sekitar 55,61%. Tingginya tingkat penggangguran ini disebabkan oleh rendahnya peluang dan kesempatan kerja yang dapat dimasuki oleh tenaga kerja yang ada di wilayah kabupaten Bogor.Indeks pembangunan manusia (IPM) yang mencerminkan kualitas SDM kabupaten Bogor baru 71,63%. Indeks kesehatan sekitar 67,76% yang diperoleh dari angka harapan hidup (AHH), angka kematian bayi (AKB), angka kematian ibu (AKI), dan balita gizi kurang. Persentase ini menunjukan bahwa derajat kesehatan masyarakat belum memenuhi harapan. Indeks pendidikan mencapai 97,75% dengan rata-rata lama sekolah mencapai 7,25 tahun (tamat SD). Laju pertumbuhan ekonomi hampir 4,06% dengan inflasi sekitar 2,77%. Laju pertumbuhan penduduk masih di atas 2% karena tingginya laju pertumbuhan alami dan migrasi ke kabupaten Bogor. Indeks daya beli masyarakat kabupaten Bogor (2007) sekitar 559.300 rupiah. Sangat Ironis, jika melihat bahwa indeks daya beli masyarakat Kabupaten Bogor di bawah standar orang miskin dari BPS. Padahal, potensi SDA dan SDM kabupaten Bogor sangat besar. Di bidang SDA, potensi agraria begitu besar, bentang alam yang indah, kawasan hutan lindung yang baik, pertambangan yang besar, dan adanya kawasan indrustri seharusnya dapat menjadikan penduduk di kabupaten Bogor sejahtera. Di sisi SDM, jumlah penduduk yang besar, kualitas kehidupan beragama, adanya perguruan tinggi sebagai gudang intelektual, dan IPM yang relatif baik,. Di lain sisi, sangat disayangkan pemerintah daerah belum mampu mengelola segala potensi yang dimiliki untuk dijadikan “amunisi” dalam upaya pengentasan kemiskinan.
Dari proyeksi RAPBD 2011, terlihat bahwa jumlah pendapatan kabupaten Bogor sekitar Rp 2.333.681.132.118,91 dengan proporsi dari pendapatan asli daerah (PAD) sebesar 21.8% (Rp509.735.216.282,64). Anggaran dana untuk program pengentasan kemiskinan berada di bawah Dinsosnakertarns sebanyak Rp 20.845.060.036 dari dana APBD. Jika dilihat dari besarnya dana yang dialokasikan murni untuk program pengentasan kemiskinan, proporsinya terlalu kecil untuk menjadikan 24,68% penduduk miskin berubah secara signifikan. Padahal, persoalan kemiskinan menyangkut hak dasar masyarakat yang perlu segera diselesaikan. Dampaknya akan sangat besar dan masif jika pemerintah daerah lalai dalam mengatasi persoalan kemiskinan kabupaten Bogor. Kemiskinan dapat membuat konflik sosial yang pada akhirnya hanya akan menghasilkan Chaos diantara sesama anak manusia. Amanat konstitusi pasal 34 UUD 1945 menyatakan secara tegas bahwa fakir miskin dan orang terlantar dipelihara oleh negara. Dalam hal ini, pemerintah daerah sebagai kepanjangan tangan pemerintah telah memiliki otonomi tersendiri untuk mengatur warganya agar dapat hidup lebih adil dan sejahtera. Pada hakikatnya, tidak ada satupun orang yang ingin hidup miskin. Semua orang ingin hidup layak dan beradab. Rakyat sudah lelah untuk hidup belama-lama dalam kubangan kemiskinan.
Melihat rancangan pembangunan kerja daerah (RPKD) 2011, isu jumlah penduduk miskin dan angka pengangguran merupakan isu strategis utama dari kabupaten Bogor. Selama ini, pemerintah telah berupaya melakukan program pengentasan kemiskinan baik dengan program turunan pusat seperti Bantuan langsung tunai (BLT), Program Keluarga harapan (PKH), dan Program Nasioanal Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) atau program mandiri pemerintah daerah seperti Pemuda Pelopor Desa dan Program gerakan pemberdayaan inisiatif masyarakat. Hanya saja, pada tataran implementasi belum terlihat kerja yang optimal dalam upaya menuju Kabupaten Bogor yang bebas kemiskinan. Perlu diingat bahwa kemiskinan dan lapangan pekerjaan merupakan salah satu janji kampanye politik bupati yang perlu dibayar dengan aksi konkrit. Adalah benar bahwa penyelesaian persoalan kemiskinan tidak semudah seperti membalikan telapak tangan, tetapi bukanlah suatu hal yang mustahil untuk dilakukan. Catatannya, pemerintah daerah harus serius dan berani mengeluarkan political will bahwa kemiskinan merupakan common enemy yang harus segera dilenyapkan. Selanjutnya, pemerintah daerah perlu memastikan perangkat-perangkat teknis bahwa pada tataran implementasi kebijakan tentang pengentasan kemiskinan berjalan dengan baik. Rakyat kabupaten Bogor sudah relatif cerdas untuk melihat siapa orang yang hanya pandai dalam beretorika, namun kosong dalam memvisualisasikan ke program yang produktif. Pemerintah daerah perlu menyusun progres kerja terkait upaya pengentasan kemiskinan secara jelas dan terukur sehingga setiap saat publik dan pemerintah daerah sendiri dapat saling menevaluasi secara lebih konstruktif . Perlu kiranya, pemerintah kabupaten Bogor membuat grand strategy pengentasan kemiskinan di daerah yang sinergis dan berkelanjutan. Di titik ini sangat dibutuhkan fondasi yang kokoh untuk menempatkan perspektif yang benar dan konsistensi kebijakan antar sektor, antar program, anggaran, target, dan sistem pelaksanaan. Berikutnya, pemerintah daerah melakukan sinkronisasi strategi kebijakan mikro dan makro serta operasional dengan meciptakan kesempatan kerja baru, pemberdayaan masyarakat, peningkatan kapasitas dan skill sehingga ada nilai tambah yang dapat dijual, dan perlindungan sosial untuk menjamin hak dasar rakyatnya. Ketika proses ini terjadi, implikasi turunannya adalah peningkatan pendapatan dan penurunan pengeluaran masyarakat. Pada akhirnya, ada sebuah harapan bahwa akan terjadi penurunan jumlah RTM dan peningkatan kesejahteraan rakyat bagi rakyat di Kabupaten Bogor.
Pada fase ini, tidak bijak ketika kita hanya mengkritisi siapa yang bertanggung jawab mengenai miskinnya Kabupaten Bogor. Sederat persoalan di atas sepatutnya menyadarkan kita semua bahwa masih ada tantangan yang harus dijawab bersama untuk mewujudkan pembangunan kabupaten Bogor maju dan sejahtera seutuhnya. Masih ada waktu untuk semua pihak melakukan konsolidasi tentang peran apa yang dapat diambil dengan kapasitas yang dimiliki. Jangan sampai energi juang kita terkuras untuk mencari siapa yang benar dan salah, tetapi perdebatan itu tidak menjawab permaslahan yang menjadi fokus bersama. Pemerintah daerah, DPRD, pengusaha, tokoh-tokoh ulama, masyarakat, mahasiswa, dan seluruh stekholder lainnya saatnya saling mengisi ruang-ruang kosong untuk menjadikan mozaik-mozaik Kabupaten Bogor menjadi sebuah gambar utuh yang memberikan kebaikan untuk semua. Selama masih ada kemauan, pasti ada jalan. Tidak ada yang mustahil, selama konsistensi tetap terjaga untuk mewujudkan Kabupaten Bogor Bebas dari Kemiskinan.

Salam Cinta atas nama Perjuangan
Untuk IPB, Bogor, Pertanian, dan Indonesia
Hidup Mahasiswa !!!
Achmad Syaifuddin
Menteri Kebijakan Daerah BEM KM IPB 2011