Powered By Blogger

Selasa, 09 Agustus 2011

KOALISI DAGANG SAPI

Riuh rendah perpolitikan nasional ibarat sebuah drama sinetron. Para elit politik seolah sengaja memainkan dagelan politik yang tidak berkesudahan. Setiap hari kita disajikan dengan intrik dan adu gengsi yang terkadang kontraproduktif dengan fungsi mereka sebagai pejabat publik. Dinamika kehidupan berbangsa dan bernegara semakin tidak ramah. Terlebih ketika politik dijadikan alat untuk menjatuhkan pihak lain. Kita pahami bahwasanya berbicara politik, maka selalu ada kepentingan yang diperjuangkan. Permasalahan mendasarnya kepentingan seperti apa yang diperjuangkan oleh mereka yang notabene pemangku kepentingan di republik ini. Seharusnya, kepentingan rakyatlah yang didahulukan di atas kepentingan pribadi maupun golongannya.
Isu reshufle yang menjadi topik hangat belakangan ini seakan menjadi dagangan politik yang basi. Hal ini berawal ketika pansus angket pajak digulirkan dimana koalisi dalam setgab menolak dibentuknya pansus mafia pajak. Di sisi lain, Golkar dan PKS yang dinilai sebagai partai koalisi pemerintah dianggap membelot. Meski, pansus angket mafia pajak batal dilakukan, partai pemerintah seakan tidak nyaman dengan kondisi ini. Berbagai jurus pun dipertunjukkan. Salah satunya dengan isu reshufle menteri di kabinet. Tidak ada yang salah dengan reshufle. Sesungguhnya itu hak prerogatif presiden dalam menentukan siapa yang berhak menjadi pembantunya.
Namun persoalannya tidak sesederhana itu. Sistem politik Indonesia yang multipartai ternyata incompatible dengan sistem presidensial. Di satu sisi, presiden memiliki legitimasi yang kuat, tetapi keputusannya selalu disandera oleh parlemen. Untuk mengakomodasi berbagai kepentingan, maka kabinet yang disusun akhirnya berdasarkan kompromi politik. Pemerintah mencoba membuat koalisi untuk mendukung pemerintah dalam menjalankan programnya. Sebagai imbalannya, setiap parpol yang tergabung dalam koalisi akan diberi jatah mencicipi manisnya kursi menteri. Tidak peduli apakah kader yang dititipkan parpol itu memiliki kompetensi dan kapabilitas yang mapan dalam memimpin suatu kementrian. Menjadi hal biasa ketika UKP4R menilai masih banyak kementrian yang belum bekerja optimal. Koalisi hanya basa-basi politik untuk menjamin status quo di dalam gemerlapnya kekuasaan.
Presiden sebagai kepala pemerintahan seharusnya berkoalisi dengan rakyat. Isu reshufle yang digulirkan sepatutnya karena ingin menjawab keresahan publik sehingga ada penyegaran dalam konstelasi politk nasional. Bukan sekedar politik gertak untuk menakuti pihak lawan. Koalisi yang dibangun seharusnya untuk kepentingan rakyat. Sesungguhnya rakyat sudah sangat muak dengan politik yang tidak memiliki substansi. Rakyat rindu untuk hidup adil dan sejahtera seutuhnya. Sudah saatnya pemerintah mengikuti kehendak rakyat. Presiden memiliki bergaining position yang kuat dalam hal legeitimasi yang bisa dijadikan pijakan dalam mengambil setiap keputusan krusial. Presiden harus tangkas dan kuat dalam setiap keputusannya sehingga tidak terombang-ambing oleh politik dagang sapi parlemen.Sesungguhnya kita bangsa yang besar, Indonesia Raya..

Achmad Syaifuddin
Koordinator BEM Se Bogor

Tidak ada komentar: