Powered By Blogger

Senin, 20 Oktober 2008

Pemantau Pilkada Indikator Kualitas Demokrasi

Pemantau Pilkada Indikator Kualitas Demokrasi
Oleh Eka Febrial
Presidium BEM Se-Bogor
Penyelesaian berbagai krisis nasional dan persoalan di daerah, membutuhkan adanya suatu pemerintahan yang memperoleh legitimasi rakyat, dipercaya, dan berwibawa. Sedangkan untuk memperoleh pemerintahan yang demikian itu, tak bisa lain harus melalui jalan Pemilu, yang dilaksanakan dengan prinsip langsung, umum, bebas, dan rahasia (luber), serta jujur dan adil (jurdil). Untuk memenuhi prinsip itu, penyelenggaraan Pilkada tentu perlu dipantau oleh segenap elemen masyarakat.
Adanya pemantau independen menjadi salahsatu indikator kualitas kehidupan berdemokrasi di level daerah itu. Setidaknya ada 5 indikator suksesnya penyelenggaraan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) langsung yang diselenggarakan di suatu daerah.
Pertama, pemilih menggunakan hak pilihnya tanpa ada paksaan dan intimidasi. Kedua, petugas Pilkada menjalankan tugasnya dengan jujur dan adil. Ketiga, adanya panitia pengawas dan pemantau independen yang mengawasi jalannya Pilkada khususnya pemungutan dan penghitungan suara. Kemudian yang keempat, masyarakat secara umum menerima hasil Pilkada. Dan kelima, laporan hasil pemantauan pemantau Pilkada yang menyatakan bahwa Pilkada daerah itu berjalan secara demokratis dan minim kecurangan.
Sejumlah organisasi pemantau Pilkada, seperti LSM, kelompok mahasiswa, Forum Rektor, dan sebagainya, menjadi kepanjangan tangan rakyat dalam memantau pelaksanaan Pilkada. Namun, apakah organisasi-organisasi tersebut mampu memantau seluruh proses Pilkada di berbagai daerah, dan mengkoordinasikan kerja pemantauan –yang melibatkan banyak relawan– itu dalam waktu yang singkat?
Jawabnya, tentu mengandalkan kapasitas organisasi-organisasi itu saja masih belum memadai. Dalam hal ini, jurnalis dengan media massanya menjadi unsur pendukung, serta merupakan mata, telinga, dan mulut rakyat. Media massa memantau pelaksanaan Pilkada, dalam seluruh tahapan prosesnya, dan menyiarkan atau memberitakan hasil pantauannya, sehingga diketahui rakyat. Bahkan hasil pantauan organisasi pemantau Pilkada pun butuh media massa untuk bisa diketahui rakyat.
Titik Kritis Pilkada
Dalam proses penyelenggaraan Pilkada, selalu ada pelanggaran yang dilakukan oleh para peserta, bahkan penyelenggara. Peranan pemantau independen adalah mengawasi dan melaporkan adanya kecurangan-kecurangan dengan bekerjasama dengan Panwaslu (Panitia Pengawas Pemilu). Ada beberapa titik kritis yang sering menjadi celah perbuatan curang oleh oknum peserta maupun penyelenggara Pilkada. Titik kritis ini secara kasar dapat dibagi dalam dua tahapan. Tahap I, sebelum pemberian suara: Ini mencakup ke masa pendaftaran pemilih, pendaftaran dan verifikasi kandidat, persiapan menjelang kampanye dan pelaksanaan selama kampanye.Tahap II, pemberian suara dan perhitungan suara.
Titik kritis tahap I dapat meliputi pemalsuan data dalam pendaftaran kandidat; anggota panitia pemilu ikut berkampanye; intimidasi terhadap pendukung kandidat lain; pengrusakan atribut kampanye kandidat lain; money politics; birokrasi memobilisasi massa dengan menggunakan kewenangan birokratis yang dimilikinya; gangguan/sabotase atas jalannya kampanye secara umum. Selain itu kecurangan juga dapat meliputi manipulasi informasi kampanye dengan menggunakan kebohongan sebagai alat; kampanye tidak pada waktunya (sebelum/sesudah waktu yang ditentukan); pelanggaran materi kampanye; pelanggaran cara penggalangan dan penggunaan dana kampanye.
Pada Tahap II, titik kritis terletak pada hal-hal semacam pembukaan dan penutupan tempat pemungutan suara (TPS) tidak tepat waktu; kotak suara tidak kosong saat dimulainya pemungutan suara; multi vote (satu orang memasukkan lebih dari satu suara); pencoblosan perwakilan dan atau kolektif; intimidasi terhadap pemilih untuk memilih kandidat tertentu; intimidasi/kekerasan/penghalangan tugas terhadap saksi dari kandidat/parpol; manipulasi kertas suara atau tinta penanda (indelible ink); netralitas lokasi TPS; proses penghitungan tertutup bagi saksi parpol, kandidat, atau masyarakat, mulai dari tingkat TPS,hingga Kota.
Titik kritis lainnya bisa dilihat dari fenomena perusakan kertas suara (di tingkat TPS); penggelembungan perolehan suara; pengabaian panitia atas keberatan yang diajukan saksi/masyarakat; tidak diberitakannya berita acara dan sertifikat hasil perhitungan suara; manipulasi hasil perhitungan suara dengan program computer; pelaporan dan pencatatan rekapitalisasi hasil Pilkada yang tidak jujur; penolakan atas hasil Pilkada yang telah dikonfirmasikan/dikuatkan oleh hasil pemantauan-pemantauan independen (tidak ikhlas untuk kalah), dan banyak lagi kecurangan lainnya.
Pemuda dan Pilkada
Genderang Pemilihan Kepala Daerah Kota Bogor secara langsung sudah bertalu-talu. Momen strategis ini mengundang banyak sorotan masyarakat, termasuk kalangan mahasiswa sebagai agent of change, yang ingin mengawal prosesnya agar dapat berjalan sesuai dengan harapan masyarakat, yakni jujur dan adil. Untuk itu, sebagai bentuk kepedulian mahasiswa dalam menyikapi moment Pilkada ini, Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Se-Bogor membentuk tim pemantau independen Pilkada, dan mendaftarkan diri ke KPU Kota Bogor secara resmi. Selain itu, BEM Se-Bogor juga akan menggelar mimbar akademis against blind vote bagi pemilih pemula dari kalangan siswa SMA dan mahasiswa dari Perguruan Tinggi di Kota Bogor, sosialisasi melalui media leaflet, stiker, dll, serta aksi simpatik, dan sharing program kerja dengan para calon pasangan.
Meskipun banyak menimbulkan pro kontra di kalangan mahasiswanya sendiri, dengan alasan bahwa program-program ini sarat dengan kepentingan elit politik yang sedang bertarung memperebutkan kursi gubernur Jakarta dalam menjaring suara di dalam kampus, namun BEM Se-Bogor akan menjamin bahwa program-program tersebut akan sesuai dengan koridor akademis dan bebas dari kepentingan politik pragmatis. Dalam sebuah sistem demokrasi, adalah suatu hal yang wajar bila masyarakat bisa ikut serta dalam pengambilan keputusan. Begitu pun dengan mahasiswa di kampus dimana posisi kampus sebagi pusat diseminasi peradaban, pluralitas, dan pusat pengkajian berbagai ilmu (center of excellence) demi kemaslahatan bersama. Mahasiswa punya kesempatan untuk melakukan partisipasi.

Tidak ada komentar: