Powered By Blogger

Senin, 20 Oktober 2008

Politik Uang

Praktik Money Politic merupakan salahsatu tindak pelanggaran yang sering menodai kesucian proses Pilkada. Politik uang atau money politic telah mendorong sebagian masyarakat, umumnya kalangan menengah ke bawah, untuk memilih calon yang lebih banyak memberikan mereka uang dan katebelece lainnya, bukan calon pemimpin yang benar-benar berkualitas. Praktik ini pula yang menjadi pemeran utama dalam pembodohan politik yang dilakukan secara sadar oleh para elit kepada masyarakat. Demi mendapatkan kekuasaan, para oknum elit politik rela berhutang dan menghabiskan miliaran rupiah untuk dibagi-bagikan kepada masyarakat.
Penting untuk disadari bahwa praktek Money Politic dalam mencapai kekuasaan dalam pemerintahan akan membawa pengaruh yang kontraproduktif bagi proses-proses pembangunan dan kesejahteraan masyarakat di masa yang akan datang. Bahwasanya praktek ini sangat kotor dan menimbulkan potensi korupsi sangat tinggi. Modal money politic yang sangat besar jumlahnya dapat bersumber dari para pengusaha yang memiliki berbagai kepentingan pragmatis. Ketika calon kotor ini terpilih, ia memiliki hutang modal yang sangat besar; bahkan jauh lebih besar dari gajinya selama masa mengabdi. Kondisi ini membuatnya terdesak untuk menjadi kera yang mengutili asset Negara dengan jabatan politisnya (monkey politic) bagi kepentingan pengusaha-pengusaha bejat ini. Intinya, semakin banyak seorang calon membagikan uang haram ini, maka semakin besar KORUPSI yang akan dilakukannya!
Pemberian uang (baca: money politic) dengan maksud meminta dukungan juga merupakan bentuk ketakutan calon bersangkutan dan ketidakyakinannya dalam memperoleh dukungan yang tulus dari masyarakat. Padahal calon pemimpin yang diharapkan adalah calon pemimpin yang memang telah memiliki dukungan nyata dan memperoleh legitimasi dari masyarakat. Mereka adalah warga negara yang telah banyak memberikan kontribusi yang bermanfaat bagi masyarakat dalam statusnya sebagai apapun; sebagai gurukah, birokratkah, aktiviskah, pengusahakah, anggota dewankah, bahkan sebagai ketua RW hingga ketua RT sekalipun. Dengan kontribusinya mereka telah memiliki modal sosial politik sehingga masyarakat pun mengakui dan melegitimasi kelayakannya sebagai pemimpin bagi mereka dan secara otomatis akan memilihnya tanpa embel-embel apapun.
Dengan kata lain, calon yang melakukan politik uang maupun pelanggaran Pilkada lain adalah orang-orang lemah dan minder yang sangat berambisi jabatan, sehingga menghalalkan segala cara untuk memperoleh jabatan itu.

Tidak ada komentar: