Powered By Blogger

Senin, 08 November 2010

Opini Terkait Aksi Galang Dana BEM se-Bogor 30Sept-4Nov 2010

oleh Ryza Amirethi Sani (Direktur ISPC BEM KM IPB)


UBAH PARADIGMA MANAJEMEN BENCANA KITA!

Saat ini kita kembali melihat Gerakan Solidaritas Rakyat hidup kembali, lewat kotak-kotak amal yang tertulis GALANG DANA MERAPI, GALANG DANA MENTAWAI……Tersirat ‘pesan’ bahwa meski rakyat telah lama menjadi bulan-bulanan dan tertipu bermacam retorika politik, baik dalam format janji-janji muluk maupun dalam corak pencitraan diri, toh dalam masa-masa kritikal, nurani rakyat yang terdalam tidak dapat dilumpuhkan. Itulah milik terakhir rakyat di tengah penderitaan yang belum teratasi sejak proklamasi, kurang dari 65 tahun lalu.


Kita tidak akan mempermasalahkan statement Ketua DPR RI kita terkait bencana Mentawai, “ Kalau tinggal di pulau itu sudah tahu berisiko, pindah sajalah. Namanya kita negara di jalur gempa dan tsunami luar biasa. Kalau tinggal di pulau seperti itu, peringatan satu hari juga tidak bisa apa-apa” (Kompas.com, 27/10). Atau tingkah laku Pejabat tinggi lainnya yang sibuk ke Luar Negeri dan minta Dana Aspirasi di tengah bencana di negeri ini. Akan tetapi, mungkin hanya sekedar mengingatkan adanya Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana. Undang-Undang buatan para Dewan Terhormat, yang menyatakan bahwa pemerintah bertanggung jawab atas pengurangan risiko bencana, melindungi masyarakat dari bencana, menjamin penuh hak masyarakat dan pengungsi yang terkena bencana hingga memulihkan kondisi saat bencana usai.

Sejarah mencatat, proses vulkanik maha dahsyat pada 74.000 tahun silam membentuk Danau Toba di Sumatera Utara. Letusan Gunung Krakatau pada 1883 berkekuatan 13.000 kali lebih dahsyat daripada bom Hiroshima, Jepang, 1945. Gempa berkekuatan 8,9 skala Richter Nanggroe Aceh Darussalam pada 2004 mengakibatkan tsunami dan menewaskan ratusan ribu warga. Secara geografi maupun geologi, posisi Indonesia memang rentan terhadap bencana alam. Natural Disaster Reduction (2007) mencatat, lebih dari separuh gempa bumi di Asia Tenggara terjadi di Indonesia.

Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) pada 2008 mencatat, dari tujuh jenis bencana langganan di Indonesia, sejumlah kabupaten/kota memiliki potensi kerawanan tinggi. Dari 456 kabupaten/kota, 119 kabupaten/kota dengan kerawanan tinggi erosi, 147 kabupaten/kota berkerawanan tinggi banjir, dan 213 kabupaten/kota berkerawanan tinggi gempa. Selanjutnya, 110 kabupaten/kota berkerawanan tinggi gunung api, 149 kabupaten/kota berkerawanan tinggi kekeringan, 154 kabupaten/kota berkerawanan tinggi longsor, dan 83 kabupaten/kota berkerawanan tinggi tsunami.

Oleh karena itu dapat disimpulkan, bencana-bencana di Indonesia sebenarnya adalah peristiwa alam yang pasti akan terjadi. Sehingga manajemen penanganan bencana kita pun seharusnya tidak bersifat ”konvensional”, dimana fokus penanganan bencana kita lebih bersifat bantuan dan kedaruratan ketimbang pengurangan faktor risiko. Mengutip Victor Rembeth dari Yayasan Tanggul Bencana di Indonesia,” seharusnya Indonesia tidak lagi melakukan manajemen bencana yang hanya bertugas pada masa kedaruratan, tetapi harus terintegrasi dalam sistem perencanaan pembangunan nasional dan daerah”. Oleh karena itu, Bencana Mentawai dan Merapi seharusnya menyadarkan kita untuk segera mengubah paradigma. Penanggulangan bencana bukan lagi sebuah tindakan reaktif dan terpisah dari inisiatif pembangunan.

Sebagai bentuk solidaritas rakyat, mahasiswa IPB dalam Aliansi BEM se-Bogor sejak 30 Oktober 2010 sampai 5 November 2010 telah berusaha menggalang dana bantuan. Total dana sekitar 23 juta telah diserahkan secara simbolik kepada Korban Merapi dan Mentawai pada Hari Jum’at 5 November di Apa Kabar Indonesia Pagi TV One. Semoga menginspirasi kita untuk lebih berkontribusi bagi Indonesia yang kita cintai bersama. HIDUP MAHASISWA DAN RAKYAT INDONESIA !!!



Tidak ada komentar: